***
"Ambil," singkat Andra sambil mengulurkan satu setelan olahraga yang berwarna navy dan putih kepada Laras yang berdiri membelakangi pintu masuk toilet perempuan. Dari nada bicaranya yang datar, ia secara tidak langsung sedang memberi perintah.
"Tapi, lo gimana?"
Tanpa memberi jawaban, Andra memaksa Laras untuk menerima pemberiannya. Lagi, ia pergi begitu saja dan tak ada sepatah kata untuk berpamitan. Meski cukup risih lepek karena basah, ia harus mencari cara agar seragamnya segera kering.
"Dia," gumam Laras memandangi Andra yang semakin jauh. Ia juga meremas pakaian olahraga yang ia terima dengan kedua tangan.
***
Di jalur koridor nan hampa, Laras berjalan seorang diri. Ya, waktu pelajaran sudah dimulai. Baju olahraga yang ia kenakan terlihat sangat longgar, bukan ukurannya. Ia juga mengedarkan pandangan, tolah-toleh, mencari seseorang. Hingga ia tertahan pada murid-murid yang berpakaian olahraga sedang melakukan pemanasan di lapangan outdoor.
"Lo kok di sini, Ras?"
"Eh?" Laras memutar tubuh dan mendapati seorang laki-laki yang berpakaian sama seperti dirinya.
"Hai!" sapa Ivan seraya mengangkat satu tangan.
"Ya?" Laras keheranan.
"Gue temennya Andra. Kemaren, inget?" Ivan memberi petunjuk.
Laras tak langsung menjawab, ia mencoba untuk memeriksa memori otaknya. Ketemu. "Oh, iya."
"Lo lagi sakit?"
"Em?"
"Muka lo keliatan pucet banget." Ivan melempar kode ke arah wajah Laras.
"Ah?" Dengan beberapa jari, Laras meraba pipi. "Oh. Gue baik-baik aja, kok." Ia mengukir ukiran termanis di bibir.
Ivan mengangguk, sekali. Di waktu yang sama, ia melihat Laras yang melirik-lirik sekeliling. Tampaknya, ia mengerti. "Nyari Andra?" Ya, ia mendapat satu fokus pandangan. Benar dugaannya. "Kalo gak ikut jam olahraga, Andra..." Ia menoleh ke arah lapangan. "Biasanya, sih..."
***