Aku Mencintaimu, Tapi (tak) Bisa

Rara
Chapter #9

Ganti Rugi

***

"Pagi, Ras," sapa seseorang dari belakang.

Laras menggiring pandangan ke asal suara hingga ia mendapati seorang gadis berjalan di sebelahnya, bersama. Dinda, pikirnya. "Ah? Pagi juga." Ia mengangguk sekali.

"Gimana? Udah baikan?" Dinda memastikan.

"Emm. Lebih baik." Hanya sekenanya saja, Laras tidak terlalu banyak bicara.

"Syukurlah kalo gitu." Dinda mengembuskan napas lega setelah mendengar jawaban Laras. Ia pun menarik kedua sudut bibirnya dengan manis. "Loh?" Heran. "Kak Andra kenapa di depan kelas kita?"

"Eh?"

Benar yang dikatakan, sorot mata Laras menemukan seorang laki-laki yang bernampilan seperti anak badung sedang berdiri dan bersandar pada tembok depan kelas. Ya, Andra nampak terpejam dengan salah satu ujung bibir ditempeli plester penutup luka. Tak lama setelah itu, Andra membuka mata dan menoleh ke tempatnya.

***

"Maaf soal kemaren," ujar Laras menumpuk kedua tangan di atas pagar pembatas jembatan dan mengawasi taman yang ada di bawah. Ia tahu jika Andra yang di sisi kanannya itu melirik. Itu karena ia juga melakukan hal yang sama. Tak ada respon, seperti biasanya.

"Apa yang kemaren lusa..." Laras memalingkan wajah. "Randi juga yang mukul lo?"

Andra menoleh dan mendapati Laras yang memasang wajah serius. Ia tak sanggup melihat gadis itu terlalu lama dan memilih untuk membuang muka. Dingin sekali.

"Jadi bener ya?" Laras menarik kesimpulan dari sikap Andra. "Gue ngerti sekarang." Kembali ke aktivitas sebelumnya. "Walau tampang lo kayak berandalan, tapi lo punya sisi baik juga." Manggut, sekali.

***

"Andra lagi ma siapa?" tanya seorang pemuda dengan rambut belah samping kiri yang menjulur di depan dahi dan sedikit berantakan. Ia tampak berseragam lengkap tanpa memasukkan bagian bawah kemeja ke dalam celana. Butuh beberapa langkah lagi, ia akan keluar dari lorong dan memasuki jalur penghubung dua gedung. Ia tak sendiri.

"Andra?" Ivan yang sedang menyampirkan jas di salah satu pundak, langsung mengikuti ke mana pandangan orang yang ada di sampingnya. Benar, di atas jembatan. "Oh. Laras, anak baru."

"Laras?"

***

Laras tertawa kecil untuk beberapa detik, tetap tak mendapat perhatian. Ia pun mengintip saku kemeja. Permen karet, pikirnya. Mencari aktivitas lain, baginya. "Eh?" Lagi, Andra merenggut sesuatu darinya. Ampun. "Sini," perintahnya menodongkan telapak tangan.

Lihat selengkapnya