Aku Mencintaimu, Tapi (tak) Bisa

Rara
Chapter #10

Satu Alasan

"Undangan?" 

"Ulang tahunnya Bella," jawab Dinda duduk bersebelahan dengan Rafa.

"Bella? Apa kabar tu anak?" Rafa membuka kancing amplop dan membaca isinya dalam hati.

"Bella pengin kita datang ke acaranya dia dan wajib bawa pasangan pula." Dinda menyisir rambut yang terikat di atas bahu menggunakan jari-jari, sekali. "Dia emang suka seenaknya."

Rafa tertawa kecil, sesaat. "Gak berubah dia." Ia mengusap-usap kening. "Pasangan ya?" Entah mengapa, ia tiba-tiba teringat pertemuannya dengan Laras. Apa mungkin bisa? Tertawa kecil, lagi. Mustahil, bukan?

***

"Em." Laras memanyunkan bibir dan satu earphone yang masih menggantung di telinga. Meski Andra berjalan dengannya saat ini, tapi ia merasa seperti sendiri. Bahkan dia tak tahu, alasan apa yang membuat dirinya tetap bersama Andra. Membosankan.

"O!" sapa seseorang yang sedang menuruni anak tangga bersama dua orang lainnya. Ia nampak menyampirkan jas di pundak kanan. Dari belakang, ia dibuntuti Gen yang tiada henti menatap ponsel dan seorang laki-laki berambut belah samping kiri.

"Kalian..." Ucapan Laras menggantung setelah pandangannya tertuju pada laki-laki yang terlihat tenang di sebelah Gen. Ya, ia pernah bertemu sekali di perpustakaan. Aneh saja, mengapa laki-laki itu bisa bersama dengan Ivan dan Gen.

"Dia siapa?" Laras mengisyaratkan kode ke arah Ivan.

"Lo lupa? Waktu itu lo pernah tanya tentang dia?" Ivan mengingatkan.

Terlalu berat untuk mengingat, Laras menggeleng pelan dengan dahi berkerut. Ia sudah berusaha. "Kapan?"

"Pas di UKS."

"UKS?" Laras memutar otak, berpikir.

"Marwan, Marwan." Ivan membidik langsung, tak mau bermain teka-teki. Sedikit jengah, sih.

"Eh?" Seketika, Laras tercengang hingga membuat sekujur muka kaku. Apa tidak salah dengar?

"Lo keliatan kayak syok banget?" Ivan sedang membaca ekspresi Laras. Terkekeh, sekenanya.

Mendapati sikap Laras saat ini, Andra mendekat kemudian mencubit pipi Laras. Ia perlu untuk menyadarkan gadis itu.

"Aw!" rintih Laras terbangun lalu menepis tangan Andra dari wajah. "Sakit." Ia meringis dan mengelus pipi, berharap rasa sakit mereda. "Kalo pipi gue nanti chubby, lo mau tanggung jawab?" Ia pun menatap tajam ke arah Andra, kesal. Percuma, terabaikan. Sabar, sabar. Ia berusaha untuk menenangkan diri.

"Ras," panggil Ivan melambaikan tangan.

"Ah, sorry." Laras harus kembali ke topik sebelumnya. "Yaah..." Ia memiringkan kepala ke sisi kiri dan begitu juga pergerakan matanya. "Kaget a-ja dengan..." Ia pun mengalihkan pandangan pada orang yang baru saja ia ketahui namanya itu. "Penampilan yang seperti itu." Ragu-ragu mengatakan.

Lihat selengkapnya