Aku Mencintaimu, Tapi (tak) Bisa

Rara
Chapter #11

Kepala Batu

***

"Sshh," desis Laras, merapatkan gigi. Ia baru saja selesai membuka pintu.

Apa tidak salah dengan apa yang dilihat Laras sekarang? Sebuah ruangan yang berisi banyak bangku yang asal ditumpuk menyerupai gunungan bak kapal pecah. Kotor sekali, pikirnya. Melihat saja, ia bergidik ngeri. Hanya kedua tangannya, tak mungkin bisa selesai.

"Ras?"

***

"Gudang," sebut Rafa membaca papan nama di atas bingkai pintu yang menganga. Ia menghela nafas dengan berat. Dalam hati, ia tak mau melakukan hal ini, terpaksa.

"Padahal cuma karena PR ketinggalan aja sampe dihukum kaya gini."

"Eh?" Rafa tertegun saat mendengar suara wanita dari dalam, merasa tak asing. Ia pun bergegas masuk dan mendapati seorang gadis yang menarik kursi dari tumpukan amburadul. Dari yang sebelumnya ogah-ogahan, kini justru ia menarik kedua sudut bibir. Keajaiban?

"Pak Danur mah emang terkenal killer banget, ngasih hukuman gak tanggung-tanggung," timpal seorang pemuda yang tiba-tiba muncul dari balik susunan kursi-kursi yang berantakan. "O?" Ia menunjuk ke arah belakang Laras.

"Em?" Bingung, Laras buru-buru membalikkan badan dan mendapati seorang pemuda dengan rompi krem. Mengapa bisa dan untuk apa? "Rafa," sebutnya melirik sekitar, beberapa detik.

"Pak Danur nyuruh gue ke sini buat bantu beres-beres," sahut Rafa, seadanya. Tak mudah baginya, mungkin. Padahal dia berpikir kali ini akan menjadi kesempatan. Ia hanya memandangi Laras yang sekali menatap dirinya dengan arah yang sama.

Marwan dan Laras tak menjawab apa-apa. Akan tetapi, mereka berdua memberi kode melalui mata untuk segera memulai pekerjaan kepada Rafa. Ya, dimulai dari menurunkan bangku-bangku.

Meski mengerti apa yang dimaksud, Rafa tak langsung menggerakkan tubuh. Ia masih terpaku pada sosok gadis yang tak jauh di depannya. Dia sendiri tak tahu, apa yang terjadi pada dirinya. Rasanya sulit untuk mengedipkan mata. Tak boleh seperti ini, berusaha membuyarkan.

Marwan masih sibuk dengan kegiatannya. Namun entah mengapa, ia mulai merasa gerah. Oleh karena itu, ia melepas dan menaruh jas almamater pada salah satu sandaran kursi. Ia juga merenggangkan dasi lalu membuka satu kancing kemeja paling atas dan mengibas-ibaskan ujung kerah.

Di saat yang bersamaan, Marwan memperhatikan ruangan secara keseluruhan. Dan tak sengaja, sorot matanya menangkap Rafa yang beberapa kali mengawasi Laras. Ia jadi berpikir, ada apa? Tapi ia tidak terlalu ambil pusing lalu meneruskan kembali aktivitas yang sempat tertahan.

Dagh!

"Aw!" pekik Laras.

Bruk!

Mendengar teriakan, Rafa bereaksi dan tergesa-tergesa mendekati Laras yang sudah terduduk di atas lantai. "Ada apa, Ras?" tanyanya. Tak mendapat jawaban, namun ia dapat melihat ekspresi gadis itu yang tampak menahan sesuatu. Lalu ia pun mengikuti ke mana arah pandangan Laras.

Menilik sepasang manusia yang berada di bawah, Marwan tak langsung bertindak. Ada sesuatu yang melintas dalam benak, sekilas. Kemudian, ia melayangkan pandangan pada kaki Laras. "Eh?" Tak mau membuang waktu, ia langsung jongkok di hadapan sepatu gadis itu.

Lihat selengkapnya