"Eh?"
Belum sempat diterima Gen, seorang pemuda datang dan merebut permen karet dari tangan Laras. Siapa?
"Marwan," sebut Laras, tertawa kecil.
Tak peduli dengan ocehan Gen, Marwan dengan santai duduk di depan Andra. Tanpa ada rasa bersalah, ia membuka bungkus dan melahap satu biji permen, mendahului. Baru setelah itu, ia menaruh sisa di atas meja dan membiarkan Gen mengambilnya. Ia hanya bersikap tenang.
"Wan." Ivan menyenggol lengan Marwan. "Noh, liat!" suruhnya agar Marwan juga melihat apa yang ia lihat. "Si Dinda."
Mendengar Ivan menyebut nama teman satu kelasnya, Laras bereaksi dan menggerakkan bola mata, mengikuti arah pandangan Ivan dan Marwan. Ketemu. Ia mendapati Dinda yang bersama Kiyo dan Lyd di bangku kantin paling ujung. Apa maksudnya? "Dinda kenapa?"
"Enggak, gak kenapa-napa," sahut Ivan. "Cuma si Marwan aja yang suka sama Dinda," jelasnya dengan nada menggoda.
"Eh?" Laras sedikit tersentak. "Bukannya Andra yang suka sama Dinda?"
"Oh. Yang itu? Bukan Andra tapi Marwan. Waktu itu Andra lagi iseng aja."
"Iseng?" Laras melirik ke arah Andra yang belum menunjukkan pergerakan berarti, untuk beberapa saat. Ampun, rasanya.
***
"Boleh duduk di sini?" Rafa meminta izin kepada seorang gadis yang duduk di bangku taman dan nampak fokus membaca sebuah buku.
"Silakan," jawab Laras sembari menggeser tubuh ke sisi kanan bangku, memberikan tempat. Lalu kembali pada aktivitas sebelumnya.
"Thank's." Rafa langsung duduk dan menengok Laras yang ada di samping. Benar-benar dekat. Ia tak bisa menyangkal dari bahagia yang merundungnya.
"Rafa," panggil seorang gadis berponi miring dengan rambut terikat, menyambangi taman. "Lo dah dapet pasangan belum?" Mendadak kepo. "Eh, Ras," sapanya melihat Laras, ramah.
Laras mengangguk, sekali.
"Kalian berdua udah saling kenal?" tanya Dinda dengan nada lembut. Penasaran.
"Udah beberapa kali ngobrol," sahut Laras menutup bacaan, tersenyum tipis. "Kalian keliatan akrab ya?"
"Oh ya?" Dinda mengerti. "Gue sama Rafa itu temen SMP. Gak pernah sekelas, sih. Tapi kita sama-sama anggota OSIS."