Aku Mencintaimu, Tapi (tak) Bisa

Rara
Chapter #17

Beracun

***

Marwan berjalan menyusuri jalanan koridor yang tidak terlalu ramai. Raut mukanya tak mengartikan apa-apa, dingin melebihi es. Ia sedang menenteng paperbag dan satu tangan lainnya berada dalam saku celana. Ya, ia harus menemui seseorang.

Di tengah perjalanan, Marwan sempat mematok kaki di depan sebuah ruangan dengan pintu yang menganga. Sejenak, ia merenung kemudian menengok dan membaca papan nama yang ada di atas pintu. Ya, ruang musik. Dari luar, sorot matanya bisa menangkap beberapa jenis alat musik seperti gitar, bass, drum dan piano. Ia pun membungkukkan kepala untuk beberapa saat lalu kembali melanjutkan langkah.

***

"Laras apa kabar ya?" khawatir Dinda yang sedang berkumpul dengan dua temannya, Lyd dan Kiyo di dalam kelas.

"Dia sama sekali gak ngehubungin kita." Kiyo menggeleng. Setelah itu, ia memutar pandangan ke sekitar dan berhenti pada satu titik. Yakni, ia menemukan seorang pemuda yang berdiri di dekat ambang pintu dan tampak melihat-lihat ke dalam. "Kak Marwan? Ngapain dia di sini?" Dan membuat Lyd dan Dinda mengikuti arah pandangannya.

"Eh?" Dinda tak mengerti.

"Lyd, coba lo samperin, gih," suruh Kiyo.

Tanpa menjawab apa-apa, Lyd bergegas dan menghampiri Marwan. "Ada apa, Kak?" tanyanya saat sudah di depan kakak kelasnya itu.

Marwan masih mengamati keadaan yang ada di dalam kelas. Sesaat, penglihatannya terhenti pada Dinda. Namun tak mungkin untuk berlama-lama, kan? "Laras," jawabnya dengan singkat.

"Hari ini, Laras belum masuk, Kak." Lyd teringat sesuatu. "Bukannya kemaren Laras bareng Kak Marwan ya? Apa dia baik-baik aja? Kami semua cemas sama dia." Ia menatap ke dalam kelas, singkat saja.

Marwan melirik ke arah Lyd untuk dua detik. "A?" Karena sudah mendapat jawaban yang ia cari dan memilih untuk beranjak, pergi begitu saja. Entah apa yang sedang menghantui pikirannya. Dia sendiri tak tahu.

***

Brak!

Marwan baru saja turun dan menutup pintu mobil, sembari membawa paperbag. Tak jauh darinya, ia melihat motor sport yang terparkir di halaman tempat tinggal Laras. Sejenak, ia berpikir. Benar, ia merasa tak asing. Ia pun mengoper pandangan ke arah pintu rumah Laras yang terbuka satu sisi. Mungkin...

Lihat selengkapnya