Aku Mencintaimu, Tapi (tak) Bisa

Rara
Chapter #18

Sia-sia

"Makin hari, lo makin deket aja sama Laras," ucap Ivan yang sedang duduk di atas bangku taman dengan gaya sok keren. Di sebelahnya ada Gen yang sama sekali belum mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Selain itu, ada Marwan yang duduk dan bersandar di bawah pohon tak jauh darinya. "Wan."

Dalam hitungan sekon, Marwan menggerakkan bola mata dengan bosan ketika melihat dua kawannya. Dan ia masih menekuk satu lutut dan telapak tangan kanan di atasnya. "Berisik," singkatnya tak bernada sama sekali. Rasanya, tak ingin diganggu. Mana mungkin bisa.

"Apa lo yakin ngerahasiain semuanya dari dia?" tanya Ivan sedikit lebih serius dari sebelumnya.

Marwan mengejapkan mata, satu kali dan memandang ke bawah. Entah apa yang sedang mengganggu pikirannya.

"Dia mungkin bakal marah kalo tau semua ini." Ivan tahu jika dirinya tak akan mendapat komentar dari Marwan. Sudah terbiasa, lebih tepatnya. Namun ia tak membuatnya jadi masalah. Ia dapat melihat jika Marwan sedang memukul-mukul lutut dengan jari telunjuk. Dari itu saja, sebenarnya ia sudah paham.

"Gue cabut dulu," pamit Ivan. Ia pun berdiri lalu merebut ponsel dari Gen. Tanpa membuang waktu, ia berlari. Ya, benar-benar sengaja dan berniat jahil.

"Woi!" teriak Gen, tak terima ponselnya direnggut. Ia berubah jadi beringas, kesal.

"Oh, Ras," sapa Ivan berhenti sejenak saat mengetahui keberadaan Laras. Lalu, ia kembali menggerakkan kaki untuk melarikan diri karena Gen mengejar dirinya. "Aaaaaa!"

Laras hanya tercengang memandang tingkah laku dua sahabat yang tidak akur itu. Beberapa saat kemudian, ia tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Ada-ada saja, pikirnya. Cukup jadi hiburan juga, sih, menurutnya. Lalu, ia pun mengoper pandangan ke arah Marwan yang belum mengalami perubahan aktivitas. Sebentar, ia menggerakkan bola mata ke sudut kanan penglihatan.

"Kenapa?" tanya Laras sudah duduk selonjor di dekat Marwan. "Hm?"

Mendengar suara gadis dari samping, Marwan memalingkan wajah dan menatap Laras. Ia telah membulatkan tekad atas semua janji yang ia kumpulkan dalam diri. Mungkin, di masa depan akan menjadi hal yang sangat menyakitkan untuknya. Ia pun menempelkan telapak tangan ke sisi kanan wajah Laras.

"Eh?" Laras cukup terkejut atas perlakuan Marwan kepadanya. Ada yang aneh, mungkin. Ditambah lagi, cara pandang Marwan juga berbeda dari biasanya. Ia dapat merasakan elusan ujung jari Marwan yang bermain-main di pipinya. Ada apa? Sungguh, tak mengerti. Dan sekarang, Marwan malah mendekatkan wajah ke wajahnya. Ia tak bisa berpikir saat ini.

Lihat selengkapnya