Sejak kapan?
"Ha-hai," sapa Rafa sembari mengangkat satu tangan. Sungguh sulit untuk dipercaya? Entah menerima atau tidak, ia belum bisa menentukan setelah menyaksikan gadis yang ia harapkan benar-benar menjadi milik orang lain. Rumor yang beredar memang suatu kenyataan. Harus bersikap bagaimana?
"Rafa, ada apa?" Sebisa mungkin, Laras berusaha untuk tenang.
"O-oh." Seketika, pikiran Rafa berubah kosong dan terlupa akan tujuannya. Terlalu syok, mungkin. Ia berusaha untuk mengingat-ingat. "Temen gue bilang, 'Ok'." Mikir. "Ka-tanya. Besok, udah bisa mulai latihan." Berhasil, ternyata. "Itu aja." Tersadar. "Gue turun dulu. Sorry... kalo kehadiran gue ganggu waktu kalian." Menyerah adalah pilihannya.
"Em." Menggeleng. "Makasih ya?" Laras melempar senyuman, biasa saja. Namun ia tak mendapat respon karena Rafa sudah menuruni tangga. Bolehkah seperti ini?
"Apa lo yakin biarin dia pergi?" Marwan mulai bersuara.
"Eh?" Laras menoleh.
"Gue cukup tau Rafa itu kaya gimana."
"Oh ya?" Tertawa kecil.
"Dia suka sama lo."
Laras langsung mengendurkan raut berseri-serinya. "Bohong ya?" Bertindak seolah tak tahu apa-apa.
"Gue serius," balas Marwan dengan mantap. Laras belum menyahut, ia berusaha menerjemahkan ekspresi gadis itu. "Lo juga suka, kan?" Ia juga mendapat tatapan yang sama dari Laras. "Sama dia?"
"Apa-apaan, sih." Laras menghela napas dan tertawa kecil. Ia pun mengalihkan penglihatan ke sisi lain.
Marwan bergegas mempersempit jaraknya dengan gadis yang ada di depannya. Ia juga memegang kedua pundak dan memposisikan tubuh Laras menghadap padanya agar bisa melihat dengan jelas mata dari gadis itu. Dari itu, sepertinya ia mulai mengerti. Ya, terdapat sebuah kebohongan, rasanya.