"Eh?"
Cup! Marwan berhasil mendaratkan cumbuan ke bibir Laras. Ia pun menutup mata, menahannya beberapa saat. Kali ini benar-benar melakukan, pikirnya. Dirasa cukup, ia menjauhkan wajah dan kembali ke posisi semula. Lekat-lekat, ia memandang.
Laras belum mengejapkan mata, menatap laki-laki yang di dekatnya itu. Ya, terlalu terkejut hingga tak bisa berkata-kata.
"Sebelum lo bener-bener dimiliki orang lain, siapapun itu..." Marwan masih belum mengalihkan pandangan. "Mulai sekarang... lo milik gue." Dingin sekali.
"Eh?" Syok, mungkin. Mimpikah? Laras hanya mendapat seringai tipis di sudut bibir Marwan. Tak karuan, bingung harus merespon bagaimana. "Lo bercanda, kan?" Memastikan, walau ia tak begitu yakin dengan dirinya sendiri. Saat ini terasa sulit untuk bersikap tenang, tetap berusaha. Gugup.
"Apa ciuman tadi kerasa kaya bercanda?"
"Ah?" Laras sedikit memiringkan kepala ke sisi kiri. Kacau sekali, bagaimana ini? Apalagi sekarang, otaknya memutar rekaman saat Marwan mengecup bibirnya. Tidak boleh! Ia berusaha membuangnya jauh-jauh. Ya, harus bersikap normal.
"Gue, kan, bukan cewek yang lo cinta?" Laras melirik, sesaat setelah Marwan melepas genggaman tangan.
"Iya juga, sih," sekenanya, Marwan. Ia pun menaruh kedua siku tangan di atas pagar seraya pandangan mengarah lurus ke depan.
"Jaa, kenapa lo tadi..." Suara Laras terdengar kesal dan makin lirih. Selang beberapa detik, ia mendapat pengalihan dari Marwan. Dari tatapan saja, ia cukup ngeri. Mungkin, harus menyerah. Ia pun menggembungkan pipi, sekejap. "Maaf." Pasrah.
Seketika, Marwan menghembuskan napas dengan nada tawa. Entah mengapa, Laras saat ini tampak manis sekali saat ia melihat. Benar, ia tak mungkin mengatakan tujuan secara terang-terangan. Benar, ia memilih untuk tak memberi jawaban dan kembali pada pemandangan sebelumnya.
"Gue gak paham." Laras bernada lirih. Apa maksudnya?
"Gak ada salahnya lo buat percaya sama mereka, sekali-kali."
"Hm?" Laras menoleh.
"Mereka orang baik, kok. Dinda sama temen-temennya."
"Oh ya?" Laras menyungging senyum, beberapa sekon. "Terima kasih buat wejangannya." Lebih baik, ia harus melupakan kejadian tak terduga yang sempat terjadi tadi. Tapi rasanya, sulit sekali. Ya, karena itu ciuman pertamanya!