"Bisakah Ibu hanya melihat saja? Lihat aku, tanpa perlu ikut campur bagaimana aku mengurus anakku. Bisakah? Aku mohon, Bu ...."
Kalian tahu? Aku mengucapkannya dengan penuh kepedihan dan penekanan. Aku menangisi ketidakmampuanku menahan keinginan mereka yang kerap dipaksakan. Aku ... seakan dicap tidak pantas mendidik anakku sendiri hanya karena perkara disiplin mengenai jajan dari uang yang mereka berikan langsung ke tangan balita yang bahkan belum mengenal nilai mata uang.
Tidak ada jawaban. Ibu mertuaku terus saja bungkam terhadapku. Ya, hanya padaku. Beliau berbisik entah terhadap siapa di seberang panggilan sana menggunakan bahasa yang tidak kuketahui.
Bolehkah aku membenci manusia, Tuhan? Pernah tinggal bersama mereka saja sudah cukup merusak mentalku. Bahkan sempat dicap durhaka oleh pasanganku sendiri hanya karena meminta pisah tinggal seperti sekarang.
Jemariku bergetar memegangi ponsel yang hanya mampu mengirim pesan dan menelepon seperti sekarang. Air mataku sudah terlampau deras hingga rasanya perih dan panas hinggap di sklera, juga ... menyesakkan dada ini.