Aku Menyukai Senja di Matamu

Naila Etrafa
Chapter #5

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Jam 3 pagi semua ikan sudah masuk gentong. Semuanya disortir berdasarkan jenis dan grade nya. Ada 2 gentong penuh ikan campur yang sudah disortir. Biasa dijual murah ke penjual-penjual yang selalu mengerubungi tiap dini hari. Aku sudah mengantongi satu kresek tanggung ikan sortiran yang menurutku kondisinya jauh lebih baik daripada sebelumnya. Laila pasti senang. Aku segera meloncat turun dan menuju spot favoritku. Sudah ada orang yang ditugaskan Juragan Noto untuk bagian menjual ikannya, yaitu istri dan anak perempuannya sendiri yang tiap dini hari menunggu kapal datang di pesisir laut sini. 

Aku menghirup napas panjang dan melemaskan otot-otot yang tegang karena semalaman bekerja ekstra.

Sembari menunggu upah dan adzan subuh, aku merenung. Merenung sampai kapan aku akan bekerja sebagai buruh nelayan seperti ini. Usiaku sekarang 20 tahun. Aku hanya tamatan SMP. Dan persis setelah lulus aku ikut kerja kesana kemari. Kuli panggul pasar, kuli bangunan, tukang pel di restoran, sampai akhirnya menjadi buruh nelayan yang sudah kulakoni selama sekitar 5 tahun. Upahku sangat cukup jika untuk diri sendiri. Namun sejak bapak tidak ada, praktis akulah yang menjadi tulang punggung untuk ibu dan kedua adik perempuanku. Ibu juga sudah sakit-sakitan. Kedua adik perempuanku sekarang kelas 1 SMA dan 6 SD. 

Kata almarhum Kakek Muslih, setidaknya punyalah satu keahlian yang benar-benar profesional untuk menarik uang lebih banyak dalam hidup. Kalau semua serba nanggung, uang pun bakalan nanggung. Aku juga kelak ingin menikah, membina rumah tangga. Punya istri, anak, yang semua serba kecukupan. Semua serba sehat dan sentosa. Kalau aku masih begini-begini saja. Mungkin nasibku juga seperti tetangga-tetanggaku. Yang akan terus jadi buruh nelayan sampai usia 60 an tanpa pensiun, tanpa uang yang cukup di hari tua yang semakin lelah. Aku melirik ke belakang. Masih terlihat ramai, pembeli berdesak-desakan kian kemari.

Semoga upah hari ini lumayan banyak. Diam-diam aku sudah menabung kurang lebih 1 tahun ini. Aku punya rencana yang lebih besar. Aku ingin segera berakselerasi. Ah, akselerasi. Kata yang baru saja kudapatkan dari temanku Syahrul yang hobi nonton video di platform merah. Dia suka nonton podcast orang-orang kaya dan terkenal. Sama seperti aku, dia tulang punggung keluarga. Dan sama sepertiku, dia ingin cepat kaya. Hanya saja, dia selalu bilang kalau iri padaku karena belum menemukan gadis yang dicintainya.

Semoga saja dan aku yakin, Laila adalah gadis yang dijodohkan oleh Tuhan untukku.

"Woi, bro. Yuk buruan." Suara Syahrul nyaring membuyarkan lamunanku. Segera aku berbalik badan dan setengah berlari menuju juragan Noto bersama Syahrul. Juragan Noto terlihat masih menghitung uangnya lalu di ikat dengan karet tiap sampai di angka 5 juta.

Mata kami saling melirik bungah. 

"Hallah, kalian ini pasti langsung sat set kalau udah lihat yang merah-merah gini." Ucap juragan Noto dari balik lembaran uang merahnya yang semakin tebal. 

"Jelas dong, Juragan. Lah wong kerja kan memang buat narik cuan." Syahrul nyengir sembari melirik Adinda, anak semata wayang Juragan Noto yang sedang bercengkrama dengan ibunya.

Aku menyikut perutnya memberinya isyarat jangan sampai terlalu kentara mengagumi si Adinda. Kalau Juragan Noto tahu dan tidak suka, bisa- bisa kena PHK.

"Hari ini kalian semua dapat 175 ribu. Dan tambahan dari saya 25 ribu. Jadi 200 ribu." 

Lihat selengkapnya