"Hmm... Sekarang gini deh, Li. Jawab jujur ya. Mimpi lo sebenernya apa sih?" tanya Inka yang menjadi serius.
"Hah??? Maksud lo???" jawab Lia dengan balik bertanya.
"Gini, gini. Gue aja yang jalanin butik ini dengan fokus, merasa makin ke sini ngejalaninnya itu makin berat. Nah, lo. Lo ngejalanin butik ini sambil jadi pegawai bank, bank besar pula. Trus sekarang anak lo juga udah dua, plus Azka yang masih bayi. Nah. Menurut lo?"
"Hmm... Gitu ya?"
"Ya itu sih menurut gue ya. Jujur meskipun gue udah lama ngejalanin butik ini, tapi tekanan dari sana-sini makin gede. Dan kalo kita enggak niat-niat banget, trus modalnya juga enggak kuat-kuat banget (haha), menurut gue sih, ya udahlah. Fokus dulu dengan hal-hal yang ada di depan mata lo dulu."
Mendengar apa yang dikatakan Inka tadi, Lia pun malah jadi semakin gundah. Apakah benar keputusan menutup sementara butik batiknya ini adalah langkah yang paling tepat? Bukan cuma butik batik, tapi ini mimpi Lia. Mimpi yang membuat dia bisa menjadi dirinya sendiri.
"Assalamu'alaikum..." sapa Lia sambil masuk ke dalam rumah.