Hari Senin tepat jam setengah delapan pagi sudah ada duduk manis di coffee shop 24 jam yang ada tepat di depan kantor. Ditemani secangkir hot Americano dengan sepotong butter croissant. Ya, hari ini aku cuti. Aku cuti selama lima hari kerja berturut-turut, atau dikenal dengan istilah block leaves.
Cuti kok malah ke kantor sih? Ada-ada aja. Hmm. Pemikiran absurd ini sebenarnya adalah saran dari Harvi semalam. Karena setelah hampir sebelas tahun isterinya bekerja, akhirnya seorang Lia Anastashia bisa cuti. Bukan cuti karena ngurus suami sakit, ngurus anak-anak sakit, ngurus orang tua sakit, atau apapun alasannya itu, tapi ini cuti untuk istirahat. Cuti untuk benar-benar punya waktu untuk mengurus diri-sendiri.
Sambil mengunyah butter croissant pelan-pelan, lalu sambil menyeruput hot Americano, aku bengong saja sambil memandangi orang yang lalu-lalang keluar-masuk gedung kantorku. "Oh, ternyata gitu ya tampangku kalau di kantor." bisikku dalam hati.
Kepalaku mulai memikirkan banyak hal yang selama ini terhalang oleh setiap hari harus bangun jam empat pagi untuk menyiapkan bekal anak-anak sekolah, lanjut membangunkan mereka dan menyuruhnya mandi dan bersiap-siap, lanjut jadi Satpam Solat Subuh, karena kalau enggak begitu mereka habis mandi tiba-tiba bisa tidur lagi, lalu lanjut lagi menyiapkan sarapan, dan ya semuanya rutinitas emak-emak beranak dua.
Hatiku mulai mengeluarkan unek-unek yang selama ini terhalang oleh setiap hari harus sudah siap sedia di kantor menyelesaikan segala pekerjaan, yang makin diselesaikan kok malah tambah banyak. Jadi problem solver untuk semua masalah di kantor. Menghadapi segala drama, yang terkadang keseruannya ngalah-ngalahin Drama Korea yang makin ke sini ceritanya makin bikin emak-emak butuh healing karena isinya cerita tentang perselingkuhan. Ya, semuanya rutinitas si buruh korporat.
Selama ini aku enggak sadar bahwa banyak sekali peran yang harus aku jalankan. Lia harus begini, Lia harus begitu. Lia harus bisa ini, Lia harus bisa itu. Selalu mencoba menjadi sempurna. Selalu mencoba menjadi yang terbaik. Sampai akhirnya sadar, bahwa aku kehilangan diriku sendiri. Termakan oleh segala rutinitas yang selama ini membelenggu.