Dari hari kehari Ibu Dwi itu semakin parah walapun tidak terlihat keluar atau tetangga ini sedikit menyakitkan pada saat itu Dwi masuk ke SMP tepatnya SMP PGRI 5 Cimahi, disitu Dwi semakin kacau karena SMP itu terkenal kurang baik dan benar saja waktu berjalan selama 3 tahun SMP Dwi tidak pernah mengerjakan PR semua mata pelajaran mengerjakannya 30 menit sebelum masuk atau kebut semalam itupun asal asalan dan paling menyedihkan adalah Dwi tidak pernah sholat, hanya maghrib saja. Sampai tibanya lulus SMP Dwi harus menyelesaikan tugas akhirnya jika ingin lulus karena Dwi gagal dalam ujian praktik sholat, Dwi harus memberi buku iqra agar tuntas tugasnya. Pada saat itu juga Dwi sudah memikirkan ingin lanjut sekolah dimana yaitu mengikuti teman main PSnya yaitu di SMK TI Garuda Nusantara disini Dwi seperti menemukan jalan baru karena Dwi juga belajar mengaji itupun dipaksa oleh ibu saya yang waktu itu keadaannya stabil. Pada SMK Dwi selalu dipanggil nama tengahnya yaitu Agus baginya tidak masalah karena sama saja mulai disitulah Agus memiliki banyak teman pada kelas X, akan tetapi full 2 semester Agus bermasalah dengan tugas-tugasnya sama seperti pada saat SMP Agus tidak mengerjakan PR sampai saat kenaikan kelas Agus harus membuat perjanjian dengan materai 6000, disitu tertulis “Berjanji harus mengerjakan semua tugasnya.” Ini semua karena Agus setiap pulang sekolah tidak langsung pulang tetapi main ke daerah lembang keatas dari mulai tangkuban perahu sampai perbatas menuju subang.
Agus masih kebingungan dalam mencari hidup yang sesungguhnya itu seperti apa sampai tiba dimana Agus terbesit akan mati disaat itu juga, mulai dari situ Agus berfikir "Jika saya mati tapi saya tidak akan masuk surga." mulai dari situ juga Agus berubah dimana Agus naik ke kelas XI.
Pikiran itu terbesit karena Ibunya sekali lagi mengamuk di hadapan Agus kembali karena permasalahan dengan keluarga suaminya sendiri/ Bapa Agus, Agus yang makin beranjak dewasapun heran kenapa ini masih terjadi.