Agus terbiasa dengan mengacuhkan orang tua nya sendiri demi tidak terjadi kesalahpahaman, tetapi lubang kecil menjadi tambah besar karena Agus dianggap pengacau di keluarganya sendiri. Agus berfikiran "lebih baik dihina oleh orang lain setiap hari daripada oleh orang tua sendiri" didalam hati selalu seperti itu,karena disatu sisi Agus yang sudah paham ilmu agama walaupun belum luas Agus tau apa yang harus diakukannya sekarang itu adalah diam karena dengan diam setidaknya bisa mengurangi sensitifitas yang ada didalam dirumahnya. Setibanya beranjak naik kelas 12 pun Agus tetap melakukan seperti sebisa mungkin menahan untuk berbicara tetapi tetap mendengarkan apa yang disuruh oleh oang tuanya, karena yang selalu didengar oleh Aguspun hanya 20% yang penting selebihnya menurut Agus itu tidak penting. Agus di akhir SMK nya pun menjadi redup pada akhir kelas 12 karena Agus berfikiran ini itu nga penting sampai Agus kehilangan rasa ingin berkarya sampai wisuda pelepasan SMKnya pun Agus merasa ini tidak penting, Agus merasa yang penting itu ilmu agama saja karena untuk hidup ini sebenarnya ujar Agus. Sampai seketika Agus memutuskan untuk kuliah di STKIP Siliwangi Bandung samping Unjani Cimahi, samapai titik inipun Agus masih bersikap seolah olah pendiam dihadapan teman sekelas kuliahnya.
Masuk ke perkuliahan yang sudah berjalan Agus waktu itu mengikuti organisasi IRMA (Ikatan Remaja Masjid) tetapi niat Agus disitu hanya ingin memperbaiki diri sendiri karena menurut Agus akan susah, maka dari itu Agus bingung sendiri dalam menjalani hidupnya didalam hatipun Agus sudah merasa seperti orang gila yang berteman dengan orang orang waras bahkan didalam hatinya bebiacara "aku ngatau ngapain ya Allah" di suatu ketika Agus pulang kuliah berjalan kaki Agus tertawa sendiri sepanjang jalan dan sampai rumah bertindak biasa lagi. Dalam hati pula Agus berbicara "aku udah sama kaya mamah aku yang stress" sambil tertawa saat tak ada siapapun.