Aku Tak Pernah Bersedih

zaky irsyad
Chapter #5

Penculikan

Rumah itu berdiri megah dalam kawasan perumahan elit Bintaro, bergaya campuran modern dan klasik. Dikelilingi pagar tinggi yang kokoh, halaman depannya sangat luas hingga dapat menampung selusin mobil. Dinding-dindingnya kuat berwarna putih, Di bagian samping terdapat pekarangan yang hijau oleh tanaman-tanaman indah dan mahal, dari luar banguan rumah ini mirip sebuah istana kerajaan Inggris, sangat berkelas.

Pukul delapan pagi, namun di ruang tengah kesibukan sudah terjadi, ruangan itu tidak lagi tampak seperti ruang kumpul keluarga, lebih seperti markas intelejen. Perangkat-perangkat penyelidikan memenuhi segala sisi ruangan, para petugas Bareskim (Badan Reserse dan Kriminal) berlalu-lalang dikejar waktu. Kediaman itu milik korban penculikan, Dr. Wira Hardiyanta.

Penanggung jawab Tim Operasi Peneyelidikan Kapten Adam, berjalan menghampiri seorang anggotanya yang bertugas mengoperasikan alat penyadap telepon di ruang tengah. 

“Apa semua berfungsi dengan baik?”

“Hari ini uji coba sudah dilakukan sebanyak tiga kali, hasilnya selalu optimal.” Jawab sang perwira mengengkat kedua ibu jarinya.

Alat penyadap itu dihubungkan ke saluran telepon rumah sehingga dapat merekam pembicaraan, sekaligus melacak lokasi di mana sang penelepon berada, jika hubungan telepon bisa ditahan oleh negosiator lebih dari lima menit.

Tim Bareskrim sudah berada di rumah korban dan mengoperasikan alat itu 6 jam sejak penculikan terjadi, empat kali panggilan yang telah telepon masuk namun tidak satu pun yang teridentifikasi sebagi pelaku penculikan. Waktu terus bergerak maju, penculikan Dr. Wira sudah menjadi berita utama di berbagai media cetak dan elektronik, ini menciptakan tekanan di setiap detiknya.

Suara dering telepon tiba-tiba berbunyi keras mengejutkan semua orang. Para operator alat penyadapan bergegas menempati posisi mereka masing-masing, menyalakan alat penyedap dan sistem pendukung lainnya. Seorang negosiator yang memang disiapkan khusus untuk menerima panggilan telepon segera bergerak ke meja telepon dan bersiap. Semua mata tertuju padanya.

“Semua tenang!! Berusahalah untuk tidak membuat suara sekecil apapun!” Perintah Kapten Adam menggunakan earphone penyadapan untuk ikut mendengarkan pembicaraan.

Dering telepon terus berbunyi, operator memberi tanda kepada negosiator untuk memulai pembicaraan, dengan hati-hati sang negosiator mengangkat ganggang telepon ke dekat telinganya.

“Halo…?” Latihan bertahun-tahun telah membuatnya mampu mengatur suara agar terdengar sangat tenang, tidak membuat lawan bicaranya tertekan, dengan begitu waktu pebicaraan dapat diulur-ulur sampai pada titik yang dibutuhkan untuk melacak lokasi telepon tersangka.

“Sediakan uang tunai sebesar lima puluh juta rupiah dalam tiga pecahan uang terbesar dalam dua hari ini, masukan semuanya ke dalam satu tas ransel, kami akan menelepon kembali untuk memberitahukan lokasi penyerahan.” Suara sang penelepon terdengar berat dan sengau, seperti menggunakan penutup mulut untuk menyamarkan suaranya.

Lihat selengkapnya