Aku Tak Pernah Bersedih

zaky irsyad
Chapter #8

Uang Tebusan

Pukul setengah sepuluh malam, Kapten Adam duduk di ruang tamu kediaman korban penculikan Dr. Wira, secangkir kopi dan martabak isi coklat keju di atas meja kaca menemaninya, ia melahap potongan martabak sambil memandang sekeliling ruangan yang tampak mewah.

Lampu kristal menggantung di atas langit-langit, cahayanya putih bersinar, tidak terlampau terang tidak juga menyilaukan, pancaran sinarnya terasa lembut sehingga membuat suasana sangat nyaman, desainnya begitu artistik dan berkilau, Kapten Adam yakin harganya jauh lebih mahal dibanding mobil sedan honda civicnya.

Temboknya putih bersih, tidak tampak seperti dinding rumah-rumah biasa, cat dinding begitu terlihat solid dan sempurna, warnanya terlihat masih segar seakan-akan baru berusia beberapa hari.

Sova yang diduduki Kapten Adam berwarna coklat, dengan motif dedauan dan bunga yang sangat artistik, memikat mata yang memandangnya, bingkai kursi sova terbuat dari kayu jati dengan ukiran khas Jepara yang indah. Beberapa ornamen klasik dan lukisan alam berukuran besar menggantung di atas dinding.

Di sudut ruangan, sebuah lemari kayu setinggi hampir dua meter menjulang, bagian depannya terbuat dari kaca bening yang membuat Kapten Adam bisa melihat isi dalam lemari, terdapat berbagai souvenir khas dari beberapa negara dunia, miniatur patung singa laut dari Singapura, menara eiffel Paris, piramida Mesir, patung Liberty Amerika, dan banyak lain beserta barang-barang antik yang sepertinya merupakan koleksi pribadi. Dr. Wira sudah jelas sering sekali berpergian ke luar negeri.

Namun foto-foto keluarga Dr.Wira yang akhirnya paling menarik perhatiannya. Foto-foto itu dibingkai dengan cantik, masing-masing menunjukan momen-momen kebersamaan di beberapa negara, Dr. Wira bersama istri dan tiga orang anaknya, dua putra dan satu putri, meskipun latar tempatnya berbeda-beda, namun ekspresi mereka tetap sama, penuh senyum kebahagiaan yang begitu lepas dan meyenangkan.    Kapten Adam tertarik pada foto-foto itu bukan karena ia punya keinginan menikmati liburan keliling dunia, hanya saja foto-foto itu mengingatkanya pada keluarganya sendiri.

Kapten Adam memiliki seorang istri yang diakuinya atau tidak, masih dicintainya sampai saat ini, dan putra berusia tujuh tahun yang dirindukannya setiap saat, namun pahitnya perceraian telah memisahkan mereka lebih dari setahun yang lalu.

Kapten Adam adalah tipe orang yang hidup dalam prinsip-prinsip yang dibangunnya sendiri, kerja keras dan totalitas pada tugas menjadi hal begitu sakral baginya, ia sudah terbiasa menjadi nomor satu sejak masih di akademi kepolisian, lulusan terbaik di angkatannya dengan nilai-nilai sempurna nyaris disemua bidang. Karirnya di Bareskirm melesat begitu cepat, saat orang-orang beristirahat ia akan terus bekerja, energinya begitu besar, baginya menyelesaikan sebuah tugas adalah sebuah pertaruhan kehormatan, ia meletakannya begitu tinggi, hingga kelurga kecilnya mulai merasa tersisihkan, di nomor duakan, pertengakaran-pertengkaran mulai terjadi, dan ketegasan Kapten Adam pada prinsipnya yang tidak bisa ditawar membuatnya mengeluarkan kata itu, kata yang mengakhiri segalanya.

Kini setelah waktu kian lama berlalu, Kapten Adam mulai merasakan, prinsip-prinsipnya memang telah membawanya ke puncak karir, meraih pencapaian-pencapaian yang membuat orang lain terkesan, namun semua itu tidak membuat hidupnya sempurna, sekarang ia merasakan hampa, kekosongan yang luar biasa, ia tidak bisa merasakan kebahagian sederhana, meski kekuasaan telah berada dalam genggamannya.

Suara panggilan telepon dari ruang tengah membuat Kapten Adam kembali pada kenyataan, ia bergegas bangkit dan berjalan cepat dari ruang tamu mewah itu ke ruang tengah keluarga Dr. Wira. Semua anggota tim sudah siap di posisi masing-masing, alat pelacak telepon dinyalakan, Kapten Adam menggunakan earphone untuk mendengarkan pembicaran, lalu mengangkat ibu jari kanannya sebagai kode agar negosiator memulai percakapan.

Sang negosiator mengangkat ganggang telepon dan menempelkan ke telingannya.

“Halo?”

“Bawa uang tebusannya ke jalan sepi di belakang kompleks pertokoan Gandaria Utara pukul empat sore besok.”

Lihat selengkapnya