Pukul dua siang, hari pengiriman.
Sul sudah berdiri di atas trotoar tepat di pinggir Jalan Raya Koja, Jakarta Utara. Kendaraan berlalu-lalang dengan ramai seperti biasa, namun langit mendung sudah menggantung sejak pagi, meski hujan belum juga mau turun.
Sul berdiri sambil menatap dengan cermat setiap mobil pribadi yang melintas di depannya, Sam dan Jafar sudah berjanji akan menjemputnya siang ini. Namun lebih dari dua puluh menit telah beralu, Sul masih tetap berdiri seorang diri.
Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil kijang biru terlihat mendekat ke arah Sul dengan lampu sen kiri berkedip-kedip, menepi perlahan-lahan, Sul dapat melihat plat nomornya “F1788DH”, mobil itu berhenti dengan kaca pintu depan sebelah kiri terbuka, wajah Sam dan Jafar yang memegang kemudi tersenyum dari dalam mobil.
“Ayo masuk Sul, maaf sedikit terlambat, kau pasti tahu alasannya..” Ungkap Sam menunjuk kursi penumpang bagian tengah.
Sul melangkah cepat mendekati mobil, membuka pintu penumpang tengah, masuk ke dalam mobil sambil menarik pintu hingga menutup kembali, ia duduk sendiri di antara kursi penumpang yang cukup untuk tiga orang.
Jafar menggeser tuas persenelan dan membawa mobil itu bergerak kembali ke jalan raya, mengikuti arus kendaraan yang semakin padat menjelang jam pulang kantor sore hari nanti.
“Kita akan menuju ke Kompleks Pertokoan Gandaria Utara, Sul.” Ujar Sam menjelaskan tujuan mereka. “Pemesan menunggu kita di sebuah ruko bagian belakang kompleks pertokoan, semoga saja kita bisa sampai sebelum hujan turun, karena jalanan bisa macet dan kita pasti terlambat.”
“Siapa yang memesan senjata-senjata ini Sam?” Tanya Sul masih menyimpan rasa penasaran.
“Tidak ada identitas yang jelas, tapi cara kerjanya memang seperti ini Sul. Identitas pemesan sengaja dirahasiakan, bahkan bentuk wajahnya pun kita tidak diberitahu, semua gelap, hanya mengandalkan pesan lewat handphone ketika kita sudah sampai di lokasi.”
“Walaupun aku sempat mendengar dari Alex, pemesan ini bekerja di bidang perbankan..” Jawab Jafar yang tetap fokus mengendalikan stir di hadapannya.
“Alex?” Sul sontak merasa asing dengan nama itu.
“Alex adalah rekan kerja kita Sul, ia orang kepercayaan pemilik bisnis ini, tugasnya mengurus hampir semua hal yang diperlukan dalam proses jual beli dan antar barang pesanan. Kita hanya mengikuti semua yang diarahkannya, mobil ini pun dia yang menyiapkan, kita tinggal pakai dan mengembalikannya lagi setelah barang selesai diantar.”
“Kalian sudah lama mengenalnya?”
“Sejak pertama kali bergabung di perusahaan, kami cukup akrab dan dekat, meski di awal-awal perkenalan, aku dan Jafar tidak tahu menahu soal sepak terjangnya dalam bisnis jual beli senjata ini. Baru setelah setahun mengenalnya, Alex mulai buka kartu, dan akhirnya menawarkan pekerjaan ini pada kami.”
Sul mengguk paham, pandangannya lalu tertuju pada tas ransel berwana hitam yang tersimpan di sudut kursi penumpang yang ia duduki, bisa jelas terlihat tas itu berbobot cukup berat dan berisi benda padat, pikiran Sul mulai menebak-nebak, tas itu berisi senjata yang akan mereka antarkan pada pemesan, meski ia belum tahu persis senjata seperti apa yang mereka bawa ini.
“Senjatanya ada di dalam tas ini Sam?” Sul akhirnya tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.
“Ya, buka saja, lihatlah sendiri. Senjata itu berjenis pistol semi otomtasi, mereknya Baretta, buatan pabrikan senjata Baretta Italia. Senjata itu adalah salah satu yang terbaik dikelasnya, Sudah di produksi sejak tahun 1975, digunakan oleh militer Italia, Perancis dan Amerika Serikat. Itu sudah cukup untuk menunjukan kualitasnya.”
*****
Kapten Adam melihat jam di pergelangan tengan kirinya dengan tatapan yang sedikit berat, tubuhnya masih bertenaga, namun semalaman mempersiapkan rencana penyergapan ini membuatnya hanya tidur satu jam untuk kesekian kali.
Sekarang sudah pukul empat sore lewat lima belas menit. Ini sudah melewati waktu yang diminta para pelaku. Tapi Tim Ring 2 maupun Ring 3 belum melaporkan keberadaan mobil Kijang biru bernopol F1188DH yang mendekati area kompleks pertokoan, ini membuatnya was-was dan mulai bertanya-tanya di dalam hati, apakah para tersangka akan benar-benar muncul? Atau mereka ingin bermain-main terlebih dahulu?
Kapten Adam bersama seluruh anggota Tim Ring 1 berada di lantai dua sebuah ruko yang menghadap langsung ke jalan sepi di belakang kompleks pertokoan. Dari kaca jendela bangunan tersebut mereka bisa terus memantau keadaan tas ransel hitam berisi uang tebusan yang sudah diturunkan driver di sisi jalan sepi. Namun cuaca benar-benar semakin suram, gerimis sudah mulai turun, ini bisa saja mengacaukan semua rencana, atau sebaliknya bisa lebih menguntungkan, karena setiap pergerakan para tersangkan akan menjadi lebih lambat.
Jafar menyalakan wiper kaca depan, rintik-rintik hujan mulai membasahi, ia memperlambat laju mobil karena mereka sudah memasuki jalanan padat di Gandaria Utara. Di sisi kiri dan kanan mereka disesaki oleh kompleks pertokoan, ruko-ruko berlantai dua, pusat perbelanjaan ITC, restoran, bank, dan bangunan-bangunan perusahan. Situasinya sangat ramai, meskipun orang-orang pejalan kaki yang berlalu-lalang mulai menepi untuk berteduh.
Sam melihat jam pada telepon genggamnya, sudah pukul empat sore lewat tujuh belas menit. “Kita terlambat sedikit…” Ujarnya cukup tenang. Jafar memutar stir ke kiri, membawa Kijang biru yang dikendarainya berbelok memasuki jalan akses masuk ke Kompleks Pertokoan Gandaria Utara.