Di antara keriuhan teman-teman sekolahku yang sudah mengenal cinta, aku sendiri yang masih jomblo karena memanv sangat tidak tertarik. Dasar keras kepala! Sungut beberapa temanku.
Kedua sahabatku Sarah dan Cita menggelariku si tomboy kulit cokelat meskipun aku tidak senang dengan julukan itu, menyebalkan memang. Mungkin karena aku satu-satunya perempuan yang ikut ekstrakurikuler bela diri di kelas itu.
Ngomong-ngomong soal bela diri, aku jadi teringat guruku yang ahli sekali bela diri, namanya pak Kunitomo, beliau berusia akhir 30-an dan sangat baik dan penyabar, terutama sabar padaku yang sering bilin ulah. Kemarin saja aku baru memecahkan patung batu berbentuk seorang samurai hasil tangannya sendiri. Dia hanya mengomel sedikit marah lalu menyuruhku membersihkannya. Setelah itu aku menunggu diberi hukuman, namun tak ada apa-apa lagi setelahnya.
"Mika! Sini!" Cita berteriak dari kejauhan, tepat saat aku menutup pintu gerbang rumah.
"Sarah mana? Biasanya dia sudah muncul, kok belum?" Tanyaku ketika mendekat.
"Entah, waktu aku panggil, dia bilang mau buang air, konyol memang," Cita menggerutu.
Pagi itu aku dan Cita tanpa Sarah pergi ke sekolah. Biasanya, aku akan bergabung belakangan dengan mereka, karena rumahku adalah yang paling terakhir dilewati setelah Sarah. Cita rajin sekali keluar pagi-pagi, berjalan ke rumah Sarah lalu menjemputku. Kami akan pergi ke halte bus di luar kompleks perumahan kami.
"Apa kita harus menunggu Sarah dulu? Kasihan dia jalan sendirian, naik bisnya juga sendiri, gimana kalau nanti dia diculik?"
"Husss, sembarangan! Siapa juga yang mau culik anak itu? Makannya banyak," kami terkekeh. "Pengen sih, nunggu, tapi takutnya kita terlambat. Azta pasti nunggu," Cita menoleh ke belakang, jalanan masih sepi. Azta adalah teman lelaki Cita.
"Aduh, merepotkan sekali sih Sarah ini, Cita udah mulai gelisah nih mikirin Azta," aku berkata meledek Cita. Dia yang sadar sedang diledek langsung menoyor kepalaku.
"Udahlah sekarang kita tungguin aja si Sarah, abaikan ajalah si Aztamu itu," tambahku lagi.
"Hei!"
Berbarengan kami menoleh ke sumber suara. Terlihat Sarah berlari ke arah kami, napasnya terengah-engah saat sampai di hadapan kami.