AKU TAK PERNAH MEMBENCI DIRIMU

Muhammad Abdul Wadud
Chapter #2

Air Liur Vs Telapak Tangan

Kami makan bertiga dengan lahap. Sambil makan, kami berbicara seputar keluarga, rumah, teman dan sebagainya. Kantin yang di penuhi oleh para murid itu penuh dengan suara bising yang bercampur aduk tidak karuan. Semua asyik dengan obrolannya masing-masing.

Tapi perlahan seiring waktu,kantin yang awalnya ramai dan berisik itu mulai sepi dengan keluarnya para murid dari kantin satu persatu. Aku mulai heran, kemana orang-orang ini, padahal jam kelas masih jauh lagi. Sarah akhirnya memberitahu bahwa Klub Basket sedang bermain,membuat para murid keluar untuk menonton mereka.

Kami akhirnya pergi untuk ikut menonton pertandingan itu. Suara bising dan teriakan menyemangati terdengar campur aduk ketika kami sampai di aula sekolah yang luas dan besar. Cita langsung semangat melihat Azta ikut bermain di tengah lapangan.Aku duduk bersama Sarah di kursi paling ujung. Tidak ada orang yang harus kami semangati di lapangan itu.

"Sarah, mending kita keliling aula saja daripada melihat keringat mereka yang mengucur macam air terjun Niagara saja, "aku menunjuk para pemain yang sedang semangatnya bermain.

"Iyalah, aku juga sama bosannya, tidak ada orang yang harus kita semangati disitu," Sarah mengiyakan.

Kami mulai berkeliling aula. Aula sekolah kami luas, dengan empat lapangan memenuhi aula ini. Ada lapangan Basket,Badminton, Bola Sepak dan juga bola Rughby.Kami sekarang sedang berada di lapangan Badminton.Disitu ada dua orang yang sedang bermain di tonton beberapa orang lainnya.

Beberapa menit kemudian,keriuhan di lapangan basket berhenti.Sekarang,ada sepuluh pemain di lapangan Sepak Bola yang sedaang seru-serunya bermain sepak bola.Para murid berkumpul dilapangan tersebut,kembali menyemangati e temannya yang sedang bermain.Aku dan Sarah kini hanya duduk malas di ujung bangku aula.

Beberapa menit kemudian,bel berbunyi nyaring tanda pelajaran ke empat siap dimulai.Kami menuju kelas dengan di sertai senggolan para murid yang berlari terburu-buru.Kami tetap bergeming.

Pelajaran Matematika diisi oleh Pak Agus,guru kami yang pintar dan punya banyak cara untuk membuat kami mengangguk-angguk paham.

Aku dan Cita fokus ke depan sementara Sarah tersengguk-sengguk ngantuk di sampingku,hingga Pak Agus membangunkannya.

"Aduh...bangunin dong waktu aku ngantuk,jangan di biarin..kan jadinya malu aku..."Sarah menggerutu sebal,kesal karena nyaris satu kelas memperhatikannya.Aku hanya tertawa.

"Jangan bercanda ya!Berapa kali aku nyaris memukul mukamu itu karena melihat air liurmusudah tinggal sesenti di atas meja!"Cita tiba-tiba menyela kecil,protes atas omongan Sarah tadi.

"Waduh..terus gimana dengan air liurku tadi,apakah sudah sampai ke meja atau belum?"Sarah bertanya sambil mengelap mulutnya dengan lidah.

"Ya...liurmu itu entah bagaimana rumusnya bisa kembali ke dalam mulutmu padahal sudah dua puluh senti jauhnya dari sarangnya,mungkin takut dengan lebarnya telapak tanganku yang bersiap memukul tampang masammu itu..."Cita melanjutkan.

"Astaga,kenapa liurku harus takut dengan telapak tanganmu,padahal lebarnya hanya beberapa sentimeter gitu?Sementara aku sudah mendidiknya berani.."Sarah membalas lagi!Bisa-bisanya!

"Liurmu tidak pernah melihat musuh setangguh telapak tanganku ini...nyalinya langsung menciut ke-"

"Sudahlah....!!!"Aku nyaris ketawa mendengar obrolan bodoh mereka itu.Anehnya!Sementara mereka menatapku lamat-lamat.

"Tendangan karateku jauh lebih tangguh dari liur dan telapak tangan kalian....."Aku malah memperkeruh suasana.

"Bodoh-"

"Mika!Sarah!Cita!Apa yang kalian lakukan di situ......!!?"Suara Pak Agus bergema dari depan.

Lihat selengkapnya