Kami bangun subuh-subuh sekali, mempersiapkan peralatan pancing dan yang terpenting, mencari cacing. Tidurku tidak nyenyak semalam, memikirkan kondisi yang akan aku alami hari ini. Memikirkan Simla dan Latika. Aku harus segera bicara dengan Latika sebelum ketahuan Simla bahwa aku punya suatu hubungan dengan Latika.
Aku menatap jendela kamarnya Simla, di sana ada Latika juga. Perasaanku tidak enak, setelah tadi malam berpisah dengan kami, mereka berdua langsung tidur atau tidak? Atau malah terjaga sepanjang malam dan bergosip—perempuan. Bukan berarti ingin mengatakan Simla dan Latika adalah penggosip, mereka jelas bukan dan tidak menyukainya, tapi aku khawatir. Bagaimana kalau mereka dua sama-sama buku mulut dan mengatakan bahwa mereka adalah pacarku?
“Ayo pergi.” Ajak Raka, sambil memukul pundakku. Aku tanpa sadar telah menatap jendela itu dalam waktu yang lama.
“Ya..” Ucapku lirih.
“Kenapa? Sudah kangen Latika?” Godanya. Aku tersenyum canggung.
Sejujurnya, dari pada Latika, aku sangat merindukan Simla. Kami ingin punya waktu hanya untuk berdua, ketika rombongan ini datang mengacau.
Simla… untuk beberapa hari ini, aku akan sangat menahan diri. Maaf.
“Kalian berdua, ayo pergi.” Panggil kak Adi yang sudah siap dengan pakaian lengkapnya untuk memancing, padahal kami hanya akan mencari cacing, lalu balik lagi dan sarapan, barulah akan pergi ke sungai.
***
Aku menatap Simla dan Latika bergantian, mereka tampak diam. Apa yang terjadi semalam? Mereka bertengkar? Atau apa? Penasaran. Haruskah aku tanyakan? Tapi—
“Kalian berdua pasti banyak bercerita tadi malam.” Kata Raka tiba-tiba, menyelamatkanku.
“Tidak.” Jawab Simla dan Latika serentak. “Kami langsung tidur.”
Syukurlah. Aku lega. Aku tersenyum.
“Kenapa tersenyum seperti orang bodoh?” Tanya Raka.
“Semauku. Apa aku tampak bodoh?” Tanyaku kesal.
“Tidak. Terlihat tampan.” Kata Simla. Aku suka dia memujiku, tapi tidak untuk saat ini. Kumohon jangan memujiku! Aku akan jantungan.
“Aku setuju. Venus sangat tampan. Venusku.” Tambah Latika, menambah panas suasana hatiku.
Simla menatap Latika tanpa ekspresi. Ini adalah ekspresi ketika Simla sangat marah—ekspresi tanpa ekspresi. Itu wajar, Latika mengatakan “Venusku” dengan jelas.
“Haruskah kita pergi sekarang? Sebelum kesiangan.” Kata Simla kemudian, sambil tersenyum. Dibuat semanis mungkin, tandanya, dia sudah ingin membunuh seseorang.
Aku harus selalu di dekatnya, takut akan ada seseorang yang celaka jika dibiarkan.
***
Keadaan tidak berjalan seperti rencana. Memang benar Simla dan Latika terpisah, tidak sekalipun kubiarkan berdua saja tanpa pengawasanku. Tapi terpisahnya dengan cara yang tidak kuinginkan. Simla terus saja bersama Raka, mereka membicakan dinosaurus. Aku baru tahu kalau Simla punya ketertarikan pada itu. Kebersamaan dan keakraban mereka membuatku… sedikit, hanya sedikit cemburu. Tapi untuk saat ini, aku harus menahannya. Masih belum saatnya menunjukan perasaanku yang sebenarnya.
Sementara itu Latika terus saja mengikutiku, ke manapun aku pergi. Bahkan di beberapa kesempatan menggandeng tanganku. Simla pun dua tiga kali menangkap Latika melakukannya, tapi anehnya, tidak mengatakan atau melakukan apapun. Dia juga biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi. Itu membuatku lebih gelisah dan khawatir, aku lebih suka jika dia langsung marah atau memukulku—seperti yang sudah-sudah, dari pada dia menyimpannya untuk nanti.
Dan aku juga pada Latika, tidak bisa menepis tangannya begitu saja. Aku tidak bisa menyakitinya, karena kami baik-baik saja. Di luar dari apa yang kurasakan padanya saat ini dan apa yang ingin kulakukan selanjutnya, aku tetap menghargai Latika sebagai seorang perempuan yang kukagumi dan, bagaimanapun, aku punya banyak kenangan indah dengannya.
Raka dan Simla telah menghilang sepenuhnya dari pandanganku, pergi ke ujung sungai yang lain—begitu pula dengan kak Adi, menyendiri. Yah, memancing memang butuh kesendirian. Tapi Simla dan Raka tidak memancing, mereka mencoba sesuatu yang lebih menantang, menjala ikan. Lebih suka basah-basahan dari pada duduk diam menunggu. Aku paham, Simla memang seperti itu. Aku juga paham, Raka menyukai Simla—meski tahu Simla sudah punya calon, tapi dia akan terus mengikuti Simla hingga hari pernikahannya. Mungkin.