Hai namaku Sanaya Adila Putra, mereka biasanya memanggilku Dila. Dulu aku bersekolah di Jakarta pusat, tapi semenjak ibu meninggal kami pindah ke Bandung daerah Pasteur. Entahlah mungkin itu nama tempatnya. Aku anak tunggal. Pekerjaan bapak ku kalian tak perlu tau karena tak penting juga. Bapak pernah bilang kalau aku anak perempuan paling cantik. Jika boleh jujur dia bapak paling lempeng, datar tapi semua itu selalu bersama tindakan tanpa ucapan.
Pertama sekolah ku di Bandung, biasa aja ga ada yang spesial awalnya.
Tapi semester selanjutnya aku melihat seseorang yang duduk tenang di depan kelas IPA 2 yang sedang membaca buku dengan serius. Melihat arloji ku yang masih menunjukan pukul 6.30 sepertinya aku terlalu pagi.
"Jarang ada cowo yang baca buku sejarah pagi-pagi, mana serius lagi" kata ku sepintas.
Lelaki tersebut langsung melirik kearah ku , spontan aku tersenyum kepadanya. Dia balas dengan menurunkan buku tersebut dan menjawab senyum ku dengan anggukan kepalanya. Sungguh ramah, ditambah dia manis.
Disini Aku tak sendirian! Aku memiliki saudara perempuan yaitu Siha yang ku anggap sebagai kakak dan aku mempunyai tante yaitu Nima, tetapi mereka lebih muda umurnya dari Aku, mungkin bisa dikatakan selisih satu tahun. Katamya dulu ibuku menikah dengan bapak saat mereka masih muda.
Semua teman-teman membosankan mulai masuk dan duduk dengan wajah masih tak terima untuk sekolah saat seharian libur kemarin.
Suara payah mulai mengiang di telinga Seluruh murid. Bel masuk.
Guru pengajar sudah masuk dan mulai mengeluarkan pembahasan yang harus kucerna untuk menyicil nanti saat Ulangan.
“Assalamu'alaikum, punten...” salam yang terdengar di balik pintu yang sudah termakan usia.
Aku mengobrol biasa dengan devi, teman sebelah ku saat Bu Sarah sedang menghampiri seseorang diluar yang tak ingin aku ketahui. Tapi, sayangnya hal terebut harus ku ketahui
“Sanaya Adila Putra?” bu Sarah memanggil namaku.
Serentak sebagian teman sekelas membuat ku gugup.