AKU YANG MEM(DI)BENCI KEHIDUPAN

Linda Rahmawati
Chapter #1

BAB I: Pembatas Jembatan, Sungai, dan Si Perempuan

[Senin, 28 November 20**]

Sore itu, terlihat seorang perempuan yang masih mengenakan pakaian seragamannya sedang berdiri di depan pagar besi pembatas jembatan yang cukup besar, di bawah jembatan itu terdapat sungai dengan aliran air yang cukup tenang.

Dia melihat aliran sungai itu dengan tatapan yang kosong. Angin sore mulai menerpa dirinya, helaian rambut hitam lurus dengan potongan rambutnya yang terlihat tidak rapih bahkan terkesan asal-asalan itu, ikut bergoyang mengikuti arah angin.

Jalanan ini selalu dia lewati sejak kecil, baik saat berangkat maupun pulang sekolah. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak kelas 3 SD, dia akan berhenti di dekat pagar pembatas jembatan itu hanya untuk menatap aliran sungai. Tidak seperti biasanya, sore ini cukup sepi bahkan sejak 1 jam yang lalu hanya ada beberapa kendaraan yang melewati jalan ini.

Haahh.... Perempuan itu sudah 1 jam lebih berdiri di sana, dan yang dia lakukan hanya menatap aliran sungai. Ternyata bukan sore ini saja yang berbeda, tapi perempuan itu juga.

Wajahnya yang sedari tadi terlihat datar itu, tiba-tiba saja ujung bibir kanannya sedikit terangkat mengulas sebuah senyuman. Ah! lebih tepatnya sebuah senyuman meremehkan, entah pada siapa dia menunjukkan itu. Tak lama, bibirnya kembali datar, terlihat sangat menakutkan, tapi jika lebih jeli melihatnya, perempuan itu sangat menyedihkan.

Entah apa yang ada di dalam pikirannya sekarang? Ini gila! Dia mulai menaiki pagar besi pembatas dan duduk di atasnya, sama sekali tak terlihat raut wajah ketakutan di sana.

Sebenarnya dia mau apa?

Lagi-lagi angin sore menerpa dirinya, kali ini dia menutup kedua matanya seolah sangat menikmati. Setelah anginnya berhenti, perempuan itu mulai membuka kedua matanya, terlihat akan turun ke bawah menapaki sisian alas beton yang sangat sempit, kedua tangannya memegangi pagar besi pembatas itu dengan tubuh yang menghadap ke arah sungai. Perempuan itu kembali menutup kedua matanya, jemari tangannya mengepal erat pada pegangan pagar besi pembatas. Pikirannya kembali mengingat kejadian-kejadian buruk yang terjadi padanya, terdengar geraman di antara giginya. Sangat sesak... itu terlihat sangat sesak dan tanpa sadar dia meneteskan air matanya.

~

Apakah warna sungai ini akan selalu sama?

Apakah aliran sungai ini bisa lebih deras dari pada biasanya?

Aku tak mengerti....

Aku benar-benar tak mengerti.

Katanya, jangan katakan kau ingin mati.

Jangan menyerah dan jalani hidup dengan lebih baik.

Tch, betapa bodohnya aku mendengarkan lirik lagu itu.

Aku terbiasa berbohong untuk menjadi dewasa.

Bolehkan luka ini aku ekspresikan dengan sepatah kata, 'Aku kesepian?'

Aku hanya ingin berteriak, 'Aku ada di sini!'

Tapi, aku bahkan tak mampu mengucapkannya.

Tekanan ini terus saja masuk dan semakin menenggelamkanku, sampai tak sadar jika aku sudah berada dalam sisi tergelapku.

Apa aku terlihat sangat menyedihkan?

Hahaha....

Membenci orang lain sepertinya sudah menjadi tren.

Tak peduli jika orang yang tak dikenal hidup atau mati.

Haruskah aku juga ikut mati?

Apakah dengan begitu kalian akan bahagia?

Aahh.... Tidak!

Kalian pasti akan mencari cara lain, karena manusia memang ditakdirkan untuk tidak pernah merasa puas.

Tch....

Sama seperti yang sedang aku lakukan sekarang.

Aku sudah muak dengan sisa-sisa kehidupanku, menghabiskannya tanpa tahu arti dari hidup.

Dan aku bernafas dengan sadar akan kesia-siaan hidupku ini.

Lihat selengkapnya