".........!?"
"Ya. Saya mendapat kepercayaan dari Allah untuk dilamar yang namanya Den Jusuf Fattaah Bin KH Abil Fattaah Gaazali pemimpin Pondok Pesantren besar Al-Fattaah," kilah Kemala sejelasnya pada Yasa yang duduk di depannya.
Yasa menatap Kemala tak berkedip. Ada kebeningan hati tercermin dalam bias tatapnya. Ia tidak menangis, namun gambaran hatinya tampak basah terserpih di matanya. Entah apa yang sebenarnya berkecamuk di jiwanya. Ia tidak mengerti juga. Kadang ia suka memaki dirinya sendiri atas sikap tololnya itu. Bertabuhnya genderang cinta yang melantunkan alunan kelukaan tanpa mula. Yasa lalu berujar pelan seakan tanpa dipahami oleh jiwa sadarnya sendiri,
"... maafkan Yasa jika seandainya Kak Kemala kecewa dan akhirnya membenci Yasa. Hari itu bukanlah hari ini. Tapi hari itu mungkin tanpa Kak Kemala sadari sudah sedang terjadi dengan Kak Kemala sejak sejauh hari sebelum hari ini. Semoga teman Yasa, Jusuf Fattaah itu bahagia karena Kak Kemala. Maafin Yasa yang sebesar-besarnya ya," kini jelas bagaimana perubahan di raut wajah ganteng itu, ada penyesalan mendalam di deras air matanya yang tiba-tiba jatuh berderai.
Akhir bulan Mei yang cerah itu kembali bergelayut awan gelap di langit hati seorang perjaka tampan bernama Yasa. Hujan darah yang menetes dari lukanya berjatuhan di sudut mata hatinya. Luka yang tiba-tiba terobek parah tanpa siapapun melihatnya. Kemala tak mengerti! Apa yang sedang terjadi dengan Yasa saat ini?
"Kenapa mesti ngomong gitu? Saya rasa tidak ada sesuatu perlakuan yang aneh dari Yasa. Makanya saya pernah bilang, Yasa bareng saja nikahnya dengan Kak Kemala. Karena saya yakin kalau orang secakep Yasa itu punya banyak cewek simpanannya. Jadi apa susahnya milih dari salah satu cewek itu buat dinikahi. Level Yasa kan ceweknya pasti cantik-cantik. Selain dari kecantikannya mungkin ada salah seorang yang terbaik. Yang bisa masuk dalam keluarga Yasa yang sangat religius. Lebih seru kan? Kita nikah bersamaan. Kita juga bahagia bersama," ujar Kemala seiring hatinya.
"Yasa kira cinta itu tak selamanya menjadi sumber kekuatan tetapi juga menjadi sumber kelemahan bagi sebagian mereka yang mengalami kisahnya."
"Saya merasa cinta itu selalu memberikan arti kebahagiaan tersendiri. Sedari dahulu semenjak mengenal cinta sampai saat ini senang terus bawaannya."
"Jadi Kak Kemala benar-benar tulus menerima tunangan Jusuf?"
"Kenapa tidak?"
"Maaf ya, Jusuf itu mungkin tidak setampan Yasa ataupun Abi. Tidak juga mungkin setampan mantan-mantan pacar Kak Kemala."
"Emang Yasa kenal Jusuf?"
"Setidaknya. Karena KH Abil Fattaah itu adalah guru besarnya Abi. Hingga tak jarang kami sekeluarga berkunjung ke pondoknya. Lagipula Jusuf itu seangkatan Aliyah dengan Yasa. Abi menyuruh Yasa tinggal di pondoknya. Tapi Yasa lebih memilih kos.
Meskipun begitu, kebiasaan di sekolah juga kegiatan sehari-hari Yasa di rumah kosan apa sih yang tidak sampai ke Abi. Sebab Abi sudah menjadikan Jusuf sebagai pemantau gerak-gerik Yasa. Yasa gak bisa apa. Gak mungkin marah sama Jusuf. Jikapun Yasa nindak Jusuf, urusannya sudah pasti sama Abi.
Jusuf itu otaknya cerdas juga. Prestasinya saingan Yasa. Tetapi ia kalah juga nilai akhir ujiannya sama Yasa. Yasa menjadi juara umum tingkat kabupaten. Hingga Yasa mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk meneruskan pendidikan.
Ada juga beasiswa prestasi dari beberapa universitas. Sayangnya Abi sekaligus tidak ngasih izin mutlak. Yasa kecewa banget sama keputusan Abi.
Emang sih itu sudah perjanjian Abi sama Yasa yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Jika selama sekolah menengah Yasa nilai belajarnya plus nilai kepribadiannya sangat memuaskan, Abi siap menyekolahkan Yasa kemanapun, sampai dimanapun meskipun Abi seratus persen harus membiayainya.
Tapi kepercayaan Abi sudah hilang sama sekali. Gara-gara perilaku Yasa yang hancur-hancuran terbawa arus pergaulan kota yang terlalu bebas. Hal itu tidak juga dapat diperbaiki dengan nilai final Yasa yang sangat dibanggakan sekolah.
Karena kekecewaan itu, Yasa akhirnya jadi tidak teratur. Yasa tidak memenuhi keinginan Abi untuk ngaji di KH Abil Fattaah. Ataupun ke pondok lain yang tak kalah besar wibawanya. Yasa ingin lihatin sama Abi bahwa perubahan sifat seseorang itu tidak hanya tergantung pada pergaulan lingkungannya saja, tetapi berdasarkan kesadaran dan ketulusan orang itu untuk mau berubah.
Kebaikan itu bukanlah sebuah paksaan. Tidak baik dampaknya memaksakan suatu kebenaran terhadap orang yang sudah kehilangan kepercayaan," Yasa mencurahkan isi hatinya yang selama ini menyelubungi kepribadiannya.
"Jadi kapan Yasa mau berubah?"
"Yasa coba untuk memperbaiki sifat buruk Yasa. Sayangnya disaat Yasa mengenal orang yang sanggup memotivasi Yasa ke jalan kebaikan, orang itu malah dengan senang hati hendak pergi meninggalkan Yasa begitu saja."
"Mungkin dia tidak mengetahui perasaan Yasa."
"Ya!"
"Kenapa Yasa tidak memohon pengertiannya?"
"Susah rasanya."
"Jadi orang harus berani dong. Apapun resikonya."
"Yasa tidak tahu bagaimana caranya. Gadis itu seakan tidak pernah mengerti serta mungkin tidak pernah mau mengerti."
"Seandainya saya adalah gadis itu. Mungkin alangkah senang hatinya dapat menjadi sebuah pigur pendorong kebenaran bagi seseorang. Apalagi cowok itu secakap Yasa. Pastinya akan merasa menjadi perempuan yang sangat berharga hidupnya."
"Jangan memberikan harapan terlalu besar."
"Lho, kok gitu? Sampai sebegitu susahnya ya cowok sesempurna Yasa untuk menaklukan gadis itu?"
"Terlarang memacarinya. Apalagi sampai menikahinya."
"Kenapa? Apa dia udah jadi tunangan orang?"
"Iya juga. Tapi bukan hanya karena itu. Keluarganya akan sangat mengecam jikalah Yasa menjalin hubungan dengannya. Meskipun tidak sampai haram untuk menikahinya. Hanya kurang baik saja. Tapi seandainya Kak Kemala mengetahui apa yang sedang terjadi, niscaya Kak Kemala akan menggagalkan rencana keluarga itu meskipun harus menanggung cela yang sangat hina diantaranya. Sebab aib akan lebih besar lagi menimpa keluarga besar agamanya jikalah pernikahan itu dilangsungkannya," Yasa kian berbelit-belit dan kian rumit saja pengaduannya.
Kemala menatap Yasa kian menyelami kedalaman bening matanya. Ia tidak mengerti apakah Yasa sedang dalam sadar ataukah tidak. Lalu ia mengalihkan pandangannya disaat Yasa menolehnya.
"Yasa tidak sedang berhalusinasi, kan?"
"Enggak."
"Kok ngomongnya gitu?"
"Jika Kak Kemala ingin dengar saja. Atau mungkin Kak Kemala juga sama seperti gadis itu tidak memahami perasaan Yasa."
"Seperti siapakah sih gadisnya? Kok sampai segitunya Yasa memaknai arti kehadirannya dalam hidup Yasa."
"Mungkin dia tidak akan pernah menyadari betapa berartinya dia bagi Yasa meskipun Yasa ngomong hingga sampai putuspun pita suara."
"Kenapa mesti mengejar dia terus? Percuma rasanya Yasa memuja gadis seperti itu. Nantinya kalaupun dia sampai diperistri, dia akan sulit sekali memahami perasaan Yasa. Bahkan cenderung Yasa yang malah akan sering sakit hati.
Cari calon istri yang sesuai saja dengan kepribadian Yasa. Nanti akan lebih mudah diarahkannya. Tidak malah merepotkan. Kata Yasa juga kan, alangkah sukarnya merubah sifat itu.
Jadi sekarang lebih baiknya mungkin Yasa cari lagi gadis yang sekiranya sehati dengan Yasa. Manfaatkan ketampanan fisik dan kecerdasan Yasa itu untuk mendapatkan istri yang sempurna.
Allah sudah menganugerahkan kelebihan pada diri Yasa. Kenapa Yasa malah menjadikan itu sebagai kekurangan dan kelemahan bagi Yasa?" Kemala memberikan saran demi menyemangati keterpurukan rasa percaya dirinya cowok itu.
"Yasa hanya iri saja pada Jusuf yang sudah memenangkan hati seorang gadis baik nan tulus cintanya," tukas Yasa mengerlingkan matanya pada Kemala.