Dari dalam sebuah mobil ambulan, 2 orang berpakaian dan membawa alat medis keluar, lalu mendekati kerumunan di sekitar Budi Raharjo. Mereka adalah Dion dan Farhat.
Gulva yang mengenakan jaket almamater kampus berwarna kuning sudah sampai lebih dahulu. Ia telah berada sangat dekat dengan Budi Raharjo. Setelah melihat kehadiran kedua temannya, Gulva segera bersalaman sambil menancapkan jarum kecil ke tangan Budi Raharjo.
Budi Raharjo tidak terlalu merisaukan tusukan yang tidak menyakitkan itu. Dia juga tidak curiga pada Gulva, karena memang semua mahasiswa yang berada di dekatnya selalu ingin bersalaman dengannya, padahal Gulva telah melumuri sesuatu pada jarum kecil itu. Gulva adalah anggota pasukan T7 yang ahli di bidang biologi dan kimia.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba Budi Raharjo menggelepar. Para demonstran di sekitar Budi Raharjo panik, mereka segera meminta bantuan pada Dion dan Farhat yang terlihat seperti dokter. Apalagi keduanya juga mengenakan ikat kepala bertuliskan ‘bantuan medis dari ikatan alumni fakultas kedokteran’.
Seolah dokter, Dion memeriksa kondisi Budi Raharjo, lalu menyuntiknya serum penawar buatan Gulva. Tiba-tiba kondisi Budi Raharjo kembali pulih.
Setelah berhasil mendapat kepercayaan, Dion menyarankan agar Budi Raharjo segera di bawa ke rumah sakit dengan ambulan yang mereka bawa. Rudy menambahkan, ia bilang pertolongan ini hanya bersifat sementara, Budi Raharjo harus segera ditangani agar tidak berakibat fatal.
Para demonstran setuju dengan saran dokter-dokter palsu itu. 2 teman Budi Raharjo dan 4 mahasiswa mengawalnya ikut masuk ke ambulan.
*****
Penutup kepala Budi raharjo dibuka. Ia memandangi 5 tentara yang mengelilinginya. Di depannya ada 6 orang pendukungnya yang terikat di kursi dengan kepala tertutup. Di ruang sebelah yang tersekat kaca 1 arah, ia melihat anak dan istrinya.
“Kalian kira dengan menculik saya, gelombang lautan massa demonstrasi akan berhenti?” ejek Budi Raharjo.
Samuel tersenyum, ia membidikkan pistol ke salah satu tawanan.
Dor! Salah satu tawanan roboh. Budi raharjo dan 5 orang tawanan menjerit kaget.
“Cepat bilang, apa yang anda mau?” tanya Budi Raharjo.
Samuel membakar rokok dan menghisapnya. “Simpel, kamera itu sedang merekam. Bilang, anda telah melakukan korupsi dan minta maaflah pada rakyat.”