Al Kahfi Land 3 - Delusi

indra wibawa
Chapter #13

BAB 13. Underdog VS Market Leader

Jakarta, 2004

“Kita butuh investor besar buat ngasih suntikan modal!” seru Ali.

“Buat apa?” tanya Karin.

“Buat bikin situs e-commerce! Keren, kan! Gimana?” tanya Ali.

Ajo, Firdi, Alin dan Olin tercengang..

Karin tersenyum. “Maksud Al, bikin website untuk dagang.”.

“Oooh,” sahut Ajo, Firdi, Alin dan Olin serentak.

“Nah! Di luar negeri, jenisnya ada beberapa macam. Diantaranya, Classified, Marketplace, Online Shop. Kita coba bikin yang paling simpel, Classified! Gimana?” tanya Ali.

Ajo, Firdi, Alin dan Olin langsung menoleh ke Karin.

“Jenisnya macam-macam. Al mau bikin yang jenis situs iklan baris,” ujar Karin.

“Oooh,” sahut Ajo, Firdi, Alin dan Olin sambil mengangguk-anggukkan kepala.

“Betul! Tapi ini, bukan kayak iklan baris koran, ya. Bukan juga kayak situs marketplace yang udah memfasilitasi transaksi lewat escrow. Tapi, walaupun lebih simpel, menurut gue layoutnya classified udah cukup mumpuni buat urusan C2C,” seru Ali.

Ajo, Firdi, Alin dan Olin langsung menoleh ke Karin.

“Intinya, penjual harus memasukkan sendiri foto dan informasi produk yang ditawarkan. Nanti, calon pembeli tinggal melihat jejeran produk yang tampil di situs iklan baris,” ujar Karin. 

“Oooh,” sahut Ajo, Firdi, Alin dan Olin sambil mengangguk-anggukkan kepala.

“Jangan oh-oh doang. Gimana?” omel Ali.

“Denger bahasalu, otak gue langsung ngehang, Al. Untung Karin bisa nerjemahin istilah-istilah asal-asalanlu,” sahut Firdi. 

Ali tertawa. “Ya, kalo udah paham, kasih pendapat.”

Firdi berdiri. “Gini, Al, menurut gue, penetrasi internet di Indonesia belon sejauh itu untuk mencicipi situs e-commerce. Kita harus bikin riset dulu, target market penggunanya seberapa besar? Kalo pun potensial, jangan lupa! Ini mainan baru, kita tetep harus mengedukasi masyarakat dulu. Biaya untuk edukasi itu enggak murah. Effortnya juga enggak main-main! Setelah masyarakat paham, lu juga harus genjot brand awareness situs kita. Nah, ini biayanya juga gila! Lu mesti siap dana tempur buat belanja iklan. Baru bisa gempur abis-abisan media luar ruang, spot iklan tipi, radio sampe media cetak. Lu yakin mau masukin ide ini ke dalam inkubasi proyek RedBiz, Al? ”

Anak-anak tercengang.

“Lu kesurupan, Fir?” tanya Alin.

Anak-anak tertawa.

“Sialan! Sekarang gue udah rajin baca,” jawab Firdi.

“Serius, lu udah doyan baca buku?” tanya Ali.

“Kagaklah, puyeng! Gue rajin baca posting di forum Kusut, hehe.” jawab Firdi.

Anak-anak tertawa.

“Oke. Firdi baru aja ngejelasin dengan sangat jelas. Nah, itu alasannya kenapa kita butuh investor besar buat ngasih suntikan modal,” ujar Ali.

Setelah semuanya setuju dengan ide Ali, hampir setiap hari Ali dan teman-temannya menyebar mencari investor. Inilah rangkuman catatan jawaban para pengusaha yang mereka temui : 

- ‘Terlalu pagi. 20 tahun lagi, kalian coba datang ke sini, mungkin saya tertarik’

- ‘Sudono Salim, James Riady, Poetra Sampoerna, Bob Hasan, Murdaya Poo, Budi Hartono, Ciputra, Bob Sadino … Tahu siapa mereka? Kenapa kalian menawarkan saya jenis bisnis yang tidak dipilih mereka?’

- ‘Ini namanya proyek ngecat langit. Semangat adik-adik ini hebat, hanya satu saja kekurangannya, tidak realistis.’ 

- ‘Besar sekali nilai investasinya. Kalian pernah punya pengalaman mengelola investasi sebesar ini. Pernah?’ 

Setelah berkali-kali mengalami penolakan, akhirnya Olin mendapat jawaban.

*****

 

Kantor Artec, Jakarta

Hari ini Ali, Karin dan Olin mendatangi kantor perwakilan Artec di Jakarta. Artec merupakan perusahaan raksasa internet dari Amerika Serikat. Mereka agresif melebarkan sayap di berbagai negara, termasuk mengincar pasar Indonesia. 

Ali, Karin dan Olin menunggu di ruang tunggu kantor yang terlihat sangat mewah tersebut.

“Mbak Olin dan rekan-rekan. Silakan semuanya ikut saya ke ruang meeting,” ujar Dea, asisten CEO Artec Indonesia.

Setelah menunggu di ruang meeting bersama Dea, pintu ruangan terbuka. Ali dan Karin terkejut melihat perempuan yang memasuki ruang.

“Selamat datang di Artec, Ali Tanjung, Karin Mackenzie dan ….” Perempuan itu menoleh pada Dea.

“Olin, Bu Sarah,” sahut Dea.

“Oh, kamu Olin, yang melakukan penjajakan awal dengan Dea. Saya Sarah Yusuf, CEO di sini. Dulu saya pernah satu sekolah dengan Ali dan Karin,” ujar Sarah.

Ali melihat Sarah yang sangat berbeda. Ia tampak sangat berkelas, penampilannya sama seperti Angga. 

Lihat selengkapnya