Al Kahfi Land 3 - Delusi

indra wibawa
Chapter #14

BAB 14. Luluh

Sarah mengajak Karin bertemu untuk bicara 4 mata di restoran mewah. Dia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Karin sebelum kembali ke Amerika.

“Udah berapa lama jalanin bisnis sama Al?” tanya Sarah.

“Lumayan lama. Sejak dia masuk kuliah,” jawab Karin santai walau menghadapi Sarah yang terus mengusik urusan pribadinya.

“Nyaman?”

“Sori, maksudnya?”

Sarah tertawa sinis. “Iya, nyaman enggak jalanin bisnis sambil pacaran?”

“Seumur hidup, aku enggak pernah pacaran sama siapapun.”

“Kalian berdua memang cocok, sama-sama munafik.”

“Sarah! Aku selalu berusaha bersikap baik ke kamu, tolong kamu juga jaga perasaan orang lain.”

“Kamu bersikap baik di depan, tapi di belakang malah sebaliknya.”

“Oh, kamu pikir aku ngerebut dia dari kamu? Kamu jangan salah sangka … “

 “Kamu yang jangan salah sangka! Aku enggak cemburu sama kalian. Justru aku yang seumur hidup enggak pernah pacaran sama siapapun. Biar kamu tahu, aku ikat Al dengan status fiktif, supaya enggak diganggu lagi sama perempuan gatel yang ….”

“Astaghfirullahaladzim, Sarah ….”

“Oke, Al berhasil ngewujudin impiannya, tapi persahabatan aku sama dia jadi rusak gara-gara kehadiran kamu!” 

“Aku jadi harus ngejelasin, tapi ini bukan untuk dikasihani. Sarah, aku punya penyakit menahun. Umurku sudah diprediksi enggak akan panjang.”

Sarah terkejut, tetapi ia tidak mau mudah percaya.

“Makanya, aku enggak pernah mau punya hubungan khusus dengan siapapun, karena aku pasti akan meninggalkan dia. Itulah sebabnya dulu aku sampai harus keluar dari sekolah. Aku menghindar agar hubungan kami berdua tidak berlanjut seperti yang kamu duga.” 

Wajah Sarah mulai melunak.

“Setelah bertemu lagi, aku senang mendengar Al sudah menjalin hubungan serius sama kamu. Artinya, aku sudah bisa berteman tanpa ada harapan yang lebih dari itu. Aku sudah sangat nyaman bisa menjadi sahabat Al, mungkin mirip seperti yang pernah kamu rasakan waktu SMA. Demi Allah, Sarah. Bahkan, aku selalu berdoa agar kalian segera menikah. Aku berharap bisa menyaksikan kebahagian kalian, sebelum aku pergi.”

Sarah tampak bingung. Karin memeluk Sarah.

“Maafin aku, Sarah. Kita enggak pernah punya kesempatan untuk saling mengenal, padahal aku pengen banget bisa bersahabat dengan kamu.” 

Sarah membiarkan Karin memeluknya, ia merasakan air mata Karin menetes mengenai bajunya.

“Karin. Aku yang harus minta maaf. Astaghfirullahalazim. Kenapa aku bisa jadi manusia yang sangat egois. Enggak ... Kamu dan Al sama-sama saling mencintai, sementara aku hanya menyayangi Al sebagai sahabat.”

Tiba-tiba Karin pingsan. Sarah panik, ia segera berteriak minta pertolongan.

*****

 

Karin terbaring lemah. Di dekatnya tampak ibunya bersama Sarah.

“Jangan-jangan karena kecapekan urusan kantor,” ujar Ibu Shafiya pada Sarah.

Sarah terdiam. Ia merasa sangat bersalah.

“Tante memang udah enggak pernah mau membatasi kegiatannya, supaya dia bahagia. Apalagi sejak Karin punya aktivitas dengan teman-teman kantornya, dia malah enggak pernah masuk rumah sakit lagi.”

Sarah melihat bibir Karin bergerak untuk berusaha berkata-kata. 

“Sarah,” panggil Karin lemah.

Sarah mendekat.

“Tolong, jangan bilang siapapun aku masuk rumah sakit” ujar Karin sangat pelan dengan mata terpejam.

“Iya, Karin,” sahut Sarah sambil menggenggam tangan Karin.

“Maaf, Tante. Keluarga saya sedang ada di sekitar sini, mereka tahu saya ada di rumah sakit. Boleh minta izin? Kata ayah saya, mereka mau mampir ikut menjenguk,” tanya Sarah.

“Boleh, Sarah. Wah, tante malah ngerasa senang, seolah kami punya saudara,” sahut ibu Shafiya.

“Terima kasih, Tante.”

“Oh, iya. Rencananya lusa Tante akan membawa Karin ke Amerika. Keluarga almarhum Papinya, banyak yang menjadi dokter di Massachusetts. Mereka menyarankan agar Karin dibawa ke sana.”

“Saya juga insya Allah, minggu depan akan kembali ke Massachusetts. Saya bekerja di sana. Nanti, saya akan sering menyempatkan diri menjenguk Karin.”

“Alhamdulillah, terima kasih, Sarah.” 

*****

Lihat selengkapnya