"Aku cuma pengen bisa kayak orang-orang, Re," keluhnya sembari memeluk boneka itu erat-erat.
Itu boneka unicorn. Namanya Rea, diambil dari nama satelit Planet Saturnus. Hadiah dari ayahnya saat ia SD dulu. Sudah agak kumal termakan usia.
Matanya beralih, menatap nanar buku diary yang bertengger manis di atas nakas. Ini sudah buku keempat. Memecahkan rekornya dulu yang pernah menghabiskan tiga buku saat SMP.
Suara gamelan terdengar samar dari kamarnya. Sudah ia tebak, pasti itu ibunya sedang mengajar di sanggar. Hatinya berkata ingin ke sana. Memperdalam ilmunya agar lebih mudah masuk grup tari di sekolahnya. SMA Nusantara.
Ponselnya berdering.
Caca💩 : Lan, Mabar kuy!
Alana L : Ok
Alana meregangkan tubuh kakunya akibat terdiam di kasur sedari tadi. Ia mengusap wajahnya lantas meraba kasur demi meraih kuncir rambut yang semula ia letakkan di sanding kepalanya. Niatnya gagal, tergoda oleh ajakan Caca.
Caca💩 : berdua aja nih?
Alana L : berempat yuk. Yg 2 rndm match
Caca 💩 : oke, gaskeun! Awas aja Lo matiin mic!
Alana L : masih sesuai perjanjian nih?
Caca💩 : Iy lh!
Alana dan Caca memang sedang terlibat perjanjian selama sebulan penuh. Perjanjian yang kadang merugikan. Namun, tak jarang ia diuntungkan. Ya, meski lebih sering rugi.
Alana menghela napas pelan. Memulai game yang ternyata sudah diinvite oleh Caca. Jemarinya dengan lihai memainkan game tersebut.
"Lo, cewek ya?" Tanya seseorang yang Caca dapatkan di random match. Bisa mereka tebak, cowok ini sepantaran dengan mereka.
"Anjir! Ini siapa dah?" suara cowok lain yang tiba-tiba menimpali.
"Kalau iya? Kenapa?!" Caca nyolot. Mentang-mentang ia perempuan, selalu saja direndahkan.
Cowok itu kicep. Tak ada suara yang terdengar lagi darinya. Sepertinya, ia mematikan microphonenya.
"Katanya, besok mulai pendaftaran," ucap Caca di sela-sela gamenya. Alana heran, masih sempat-sempatnya Caca membahas hal lain saat Alana sedang berkonsentrasi.
"Lo jadi daftar?" Ucapnya lagi. Bertanya pada Alana yang masih saja membisu. Fokus pada gamenya.
"Lan?"