"Lik,“ sapa Alang begitu tiba di depan warung Lik Jimin. ”Saya Alang, Lik.“ Lik Jimin ini salah seorang pemilik warung kelontong di kampung, dan Alang selalu menyapanya dengan nama yang sangat spesial. Nama itu diperolehnya ketika ia pergi ke pasar besar. Saat melewati lapak penjual kaset musik, remaja tanggung itu melihat sebuah kaset bersampul tulisan Jimmy Hendrix.
”Pemain gitar handal itu, Dik,“ kata mas penjualnya. ”Kau hendak beli atau bagaimana?“
”Tidak,“ jawab Alang. ”Tidak punya duit, Mas.“ Lagipula ia ke pasar karena Ibu minta dibelikan jamu pegal linu.
”Remaja seperti kamu ini pantasnya mendengarkan musik-musik progresif seperti ini. Biar pikirannya maju. Meski tinggal di kota sepi dan kecil seperti Madiun, tapi wawasan tetap luas.“
Alang manggut-manggut.
”Kalau sudah besar kau bercita-cita ingin menjadi apa?” Si mas penjual bertanya memancing.
Remaja kelas 2 SMP yang berkulit hitam karena terlalu sering terpapar matahari itu mengangkat bahu.
”Paling-paling penjual brem. Atau pendeplok bumbu kacang?” kata si penjual. ”Nah, itulah contoh pola pikir yang tidak progresif. Kau harus bercita-cita tinggi. Pergi ke luar negeri. Menjadi pemusik seperti Jimmy Hendrix yang musiknya sangat begitu progesip.“
”Progresif itu apa, Mas?“ tanya Alang tak mengerti.
”Pro itu setuju, oke, sementara gesip adalah...“ raut muka si penjual tersirat sedikit kebingungan. Namun kemudian ia segera sigap menjawab sembari mengacungkan dua jempol tangannya. ”Pokoknya sip. Beli, ya?”
”Tidak, Mas.”
“Atau mau yang lebih kalem?“ tahan si mas penjual.
”Kau ambil Pink Floyd, aku akan beri diskon lumayan.”
Alang kembali menggeleng.
Sepulang dari pasar, saat melewati depan warung Lik Jimin, Alang berseru menyapa, ”Sugeng siang (selamat siang), Lik Jimin Hendrix!“
”Siapa itu, Le?“ balas Lik Jimin yang sedang menuang beras dari timbangan ke dalam tas plastik hitam. Seorang ibu yang belanja juga menoleh.
”Pemain musik yang pokoknya sip. Orang bule, tampan seperti Lik Jimin. Monggo,” Alang berpamitan sembari terus berlalu.
”Sendirian saja, Lang?” sapa Lik Jimin yang keluar dari dalam rumah sembari membetulkan letak sarungnya. ”Jadi kau bekerja besok?”
”Bekerja apa, Lik?“ tanya Alang.