Alauddin Khalji: Sang Penjegal Mongol

Ariel Athahudan Pratama
Chapter #3

Bab 2 — Kudeta di Karra: Pembunuhan Jalaluddin dan Jalan Menuju Takhta

Karra-Manikpur, 1296 M. Matahari baru saja condong ke barat ketika Sultan Jalaluddin Khalji, yang telah memimpin Delhi dengan kebijakan damai selama enam tahun, melangkah ke perkemahan milik menantunya, Ali Gurshasp. Ia datang tanpa pengawalan besar, hanya disertai sejumlah kecil pasukan, sebab ia percaya—penuh kepercayaan seorang ayah terhadap putra, seorang paman terhadap keponakan. Jalaluddin tidak sadar, pertemuan itu akan menjadi pertemuan terakhirnya di dunia ini.

A. Intrik Menuju Kudeta

Sebelum pembunuhan Jalaluddin, Ali Gurshasp telah membangun fondasi kekuasaan secara diam-diam namun strategis. Kemenangannya di Devagiri telah memperkuat kepercayaan diri dan modal finansialnya secara luar biasa. Dari emas dan harta rampasan, ia membentuk pasukan pribadi dan membeli loyalitas para amir penting di timur Gangga—sebuah langkah cerdas untuk memisahkan dirinya dari otoritas pusat di Delhi.

Ia mengirimkan kabar ke Delhi bahwa ia ingin mempersembahkan hasil kemenangan kepada sang Sultan secara langsung. Jalaluddin, yang melihat kemenangan Devagiri sebagai keberhasilan menantunya dan keluarganya sendiri, menerima undangan itu dengan penuh keyakinan. Barani mencatat bahwa Jalaluddin “tidak pernah percaya bahwa darah sendiri akan menumpahkan darahnya”.

Namun, dalam batin Ali Gurshasp, tekad telah bulat. Ia tahu bahwa selama Jalaluddin masih hidup, ia tidak akan pernah bisa memerintah sebagai Sultan yang sah. Ia memanfaatkan kemuliaan dan kepercayaan pamannya sebagai celah untuk bertindak.

B. Pembunuhan di Tepi Sungai

Lihat selengkapnya