Alauddin Khalji: Sang Penjegal Mongol

Ariel Athahudan Pratama
Chapter #4

Bab 3 — Membangun Tahta dari Ketakutan: Konsolidasi Kekuasaan dan Ancaman Mongol Pertama

Di tengah sunyinya istana yang baru saja berubah penguasa, Sultan Alauddin Khalji segera bergerak cepat. Ia tahu bahwa takhta yang diraih melalui darah tidak akan berdiri kokoh jika tidak segera disokong dengan kontrol absolut. Ia tidak hanya merebut kekuasaan—ia ingin menciptakan ulang sistem. Delhi tidak lagi dipimpin oleh seorang pengayom seperti Jalaluddin, melainkan oleh seorang penguasa yang mempercayai satu prinsip: kekuatan mutlak tanpa kompromi.

A. Menata Kekuasaan: Menghapus Warisan Lama

Langkah pertama Alauddin adalah menyingkirkan loyalis dinasti lama. Para pembesar yang dekat dengan Jalaluddin ditangkap, disita hartanya, atau diasingkan. Di dalam Tarikh-i-Firuz Shahi, Barani menyebut bahwa Sultan baru mendirikan pemerintahan berdasarkan prinsip “syak wasangka total terhadap para pejabat” dan bahwa ia hanya mempercayai mereka yang naik melalui keberanian dan kesetiaan militer.

Alauddin juga menolak mengangkat wazir (perdana menteri). Sebaliknya, ia memusatkan seluruh keputusan negara di tangannya sendiri, memanfaatkan sekretaris dan birokrat muda yang bergantung penuh pada kehendaknya. Ulugh Khan (saudaranya) diangkat sebagai komandan pasukan, sementara Malik Kafur—yang kelak memainkan peran penting—baru akan muncul beberapa tahun kemudian. Alauddin lebih percaya pada struktur kekuasaan berbasis ketakutan, bukan kesetiaan ideologis.

Selain itu, ia memperkenalkan sistem pengawasan internal terhadap para pejabat (barid) yang memata-matai satu sama lain. Barid ini melaporkan langsung pada Sultan, menciptakan budaya pengawasan di seluruh lapisan birokrasi.

B. Bayangan Mongol dari Utara

Lihat selengkapnya