ALBERT EFFENDI

Nada Lingga Afrili
Chapter #4

4. Perempuan Pulang Duluan

“Sudah selesai kau, Din?” Tanya Albert.

“Sudah,” jawabnya. “Kalau masalah gambar menggambar seperti ini aku jagonya, Bert.”

Siang ini Albert melakukan aktivitasnya seperti biasa. Sekolah. Di sekolah ia terkenal sebagai siswa yang pintar. Tidak hanya pintar dalam pelajaran, Albert juga pintar berkawan dengan siapapun. Albert adalah anak yang ramah pada siapapun, kecuali pada orang yang menyebalkan. Seperti Udin misalnya.

Albert kini duduk di bangku kelas 5 SD. Ada yang unik di sekolah mereka. Laki-laki dan perempuan tidak diperbolehkan duduk bersama ketika sudah menginjak kelas 5. Hal itu telah disepakati sejak bertahun-tahun lamanya karena guru-guru pikir anak kelas 5 sudah mempunyai ketertarikan terhadap lawan jenis. Guru-guru itu tak mau sesuatu yang diluar kendali mereka terjadi. Maka itu, lebih baik perempuan duduk dengan perempuan dan laki-laki duduk dengan laki-laki.

Barisan meja pun terlihat unik karena tiap baris meja diduduki oleh anak-anam dengan beda gender. Dalam satu kelas ada 4 baris meja yang diletakkan memanjang ke belakang, dan dalam satu baris di isi dengan satu gender. Misalnya, baris pertama diduduki anak perempuan, baris kedua diduduki anak laki-laki, baris ketiga diduduki anak perempuan, dan baris keempat diduduki anak laki-laki. Entah kebijakan apa yang dibuat kepala sekolah sehingga membuat barisan seperti itu.

Setiap hari Albert berangkat jam 6 pagi dan sampai sekolah jam setengah 7. Albert hampir tidak pernah telat kecuali saat bapaknya sedang memerlukan bantuannya di rumah. Itupun bukan telat yang melewati jam masuk sekolah, ia menganggap dirinya telat saat ia baru sampai di sekolah pukul 7 pas. Dalam sehari ada 2 pelajaran yang dipelajari di kelas. Ada dua kali waktu istirahat karena ia sudah kelas 5 dan murid kelas 5 sudah harus mempersiapkan segala tentang Ujian Nasional untuk mendapatkan nilai yang memuaskan.

Jam sekolahnya akan selalu berakhir saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat 30 menit. Dan hari ini Albert akan pulang lebih awal karena guru mereka harus menghadiri rapat wali kelas.

“Akhirnya aku bisa merasakan yang namanya pulang lebih cepat, Bert.”

Albert menoleh heran ke arah Udin. “Memangnya sebelumnya tidak pernah? Bukankah waktu itu Bu Siti juga pernah memulangkan kita lebih awal saat ia harus menghadiri rapat?”

“Aku waktu itu tidak masuk sekolah karena diare,” ucap Udin seraya memamerkan seluruh gigi putihnya.

“Ck ck ck. Pantas saja.” Albert menggeleng-gelengkan kepala.

“Anak-anak, mari kita rapikan buku dan alat tulis yang ada di atas meja ke dalam tas. Sehabis itu kita berdoa lalu pulang.”

“YEAAAYYY!” Satu kelas berteriak gembira.

Albert dan Udin memasukkan buku dan alat tulis mereka ke dalam buku dengan gerakan cepat. Mereka berdua ternyata juga merasa sangat senang akan kepulangan lebih awal ini. Sudah bisa Albert bayangkan dirinya bisa bermain di sungai bersama teman-temannya. Namun saat hatinya sedang di ambang bahagia, ucapan Bu Siti setelah itu membuatnya kecewa seketika.

“Ayo semuanya duduk yang rapi. Letakkan kedua tangan kalian di atas meja. Yang paling rapi boleh pulang duluan.”

“Yah...” ucap Albert dan Udin berbarengan dengan suara lemahnya.

Kalau sudah begini, Albert sudah tahu siapa yang akan pulang lebih dulu. Setelah Bu Siti memerhatikan barisan-barisan meja, Bu Siti menunjuk salah satu barisan perempuan.

Semua anak perempuan di barisan itu langsung beranjak lalu bergegas menghampiri Bu Siti untuk mencium tangan Bu Siti lalu pergi keluar pintu kelas.

“Ini mah sama saja pulang seperti biasa,” gerutu Albert pelan agar tak terdengar sampai ke telinga Bu Siti.

Udin sudah tak lagi duduk tegap dan rapi seperti sebelumnya. “Lihat saja, barisan kita akan dipilih paling terakhir.”

Lihat selengkapnya