ALBERT EFFENDI

Nada Lingga Afrili
Chapter #9

9. Bayi Mungil Telah Lahir

Suara tangis bayi terdengar hingga keluar rumah. Di kamar, ibu sedang menenangkan bayi perempuan yang sedang menangis gelisah. Pipi bayi itu kemerahan. Kulitnya putih bersih mengikuti kulit ibu. Ya, ibu Albert melahirkan anak perempuan setelah sekian lama menginginkannya. Semua anggota keluarga malam itu senang sekali melihat kehadiran bayi perempuan mungil itu. Walau bayi itu terus menangis, namun seluruh anggota keluarga tak mempermasalahkannya. Malah semuanya senang karena ada suara baru di dalam rumah itu.

Orang yang paling senang adalah Albert dan bapak. Mereka berdua girang bukan main saat mendengar tangisan bayi. Saat itu pukul 8 malam, Albert dan bapak menunggu tepat di depan ruang bersalin. Harap-harap cemas tergambar di kedua wajah mereka. Bapak mondar-mandir di depan ruangan itu. Albert hanya bisa duduk diam sambil mengepalkan jemarinya dan berdoa supaya ibu dan calon adiknya selamat. Wajah bapak sangat pucat, mengalir terus air keringat di wajahnya. Berkali-kali Albert tak hentinya mengingatkan bapak untuk makan malam terlebih dahulu di kantin rumah sakit karena bapak sejak siang hanya menunggu ibu di depan ruangan itu, tapi bapak selalu menolak dan tetap menunggu di depan ruang bersalin yang penuh dengan ketegangan.

Bak sebuah keajaiban, setelah 8 jam lebih menunggu ibu yang berjuang di dalam ruang bersalin, tiba-tiba terdengarlah suara tangis bayi yang melengking. Bapak dan Albert langsung saling tatap dengan senyum mengembang di bibir mereka. Dengan gerakan cepat mereka berdua berdiri tepat di depan pintu ruangan sambil menunggu suster membukakan pintu untuk mereka. Setelah menunggu beberapa menit, dibukakanlah pintu itu untuk mereka. Seketika bapak dan Albert menghampiri ibu yang terbaring lemas namun bahagia.

Namanya Kinan. Adik perempuan satu-satunya Albert di muka bumi ini. Albert senang bukan kepalang. Menurutnya bayi kecil itu seperti malaikat berwujud manusia yang dianugerahkan Tuhan untuknya. Akhirnya ia bisa merasakan yang namanya mempunyai saudara perempuan. Tadinya ia senang karena punya adik baru, namun lama kelamaan ia agak kelelahan membantu ibu mengurus bayi itu. Walau lelah mengurusnya, Albert tak pernah mengeluh. Hanya saja wajahnya menunjukkan bahwa ia kewalahan membantu ibu mengurus Kinan.

“Albert berangkat, ya, Bu.”

“Hati-hati di jalan, Nak. Sebelum belajar baca doa dulu.”

Setelah itu Albert melenggang pergi dengan sepedanya.

Setiap hari Albert berangkat naik sepeda. Untuk kalangan orang kampung di kota itu, mempunyai sepeda adalah hal mewah. Tapi menurut Albert itu biasa saja, toh hanya sepeda, bukan motor ataupun mobil seperti yang orang Jakarta punya. Tapi ia paham bahwa kawan-kawannya di sekolah menganggapnya orang kaya. Padahal bisa dibilang hanya orang "berada".

Sepeda itu dikayuh sekuat tenaga agar cepat sampai di sekolah. Setelah sampai Albert memarkirkan sepedanya di samping sekolah, di situ ada tempat parkir khusus untuk sepeda.

Setiap hari Albert membawa bekal karena ia sudah SMA dan pasti jam pelajarannya bertambah. Uang jajannya pasti tak cukup untuk dua kali istirahat karena setiap istirahat Albert pasti makan nasi dengan beberapa lauk di kantin.

Ketika Albert hampir sampai, tiba-tiba langkah kakinya terhenti akibat suara seorang perempuan memanggilnya dengan agak kencang. Tadinya Albert tak tahu siapa yang memanggilnya seperti itu karena pandangannya terus ke bawah memerhatikan langkahnya. Namun saat ia mendongakkan kepala, Albert menemukan orang yang baru saja memanggilnya berlari menghampirinya.

“ALBERT!”

Orang itu adalah Tanti. Tanti berlari di sepanjang lorong dengan wajah cerianya seperti biasa, menghampiri Albert dengan langkah cepat. Langkahnya sangat cepat, namun Albert melihat itu seperti adegan film yang sedang dalam mode slow motion. Rambut cokelat pirang itu menari ke kanan dan ke kiri seiring langkahnya berganti. Wajahnya yang ceria terlihat sangat menawan saat menatap Albert dengan tatapan senang. Terus terlihat seperti itu hingga Albert tak sadar Tanti sudah berada di hadapannya.

“Hei?”

Lihat selengkapnya