1994 - 1998
Di awal tahun ini suasana terasa begitu menyenangkan. Dipenuhi berkah dan rahmat Tuhan yang berlimpah, orang-orang terlihat sangat berbahagia. Jalanan besar masih dilalu-lalangi sedikit kendaraan dan banyak becak besar khas Pemalang. Motor dan mobil pun tiap melaju pasti dengan kecepatan penuh. Entah karena mereka sudah terbiasa begitu atau karena jalanan selalu sepi maka mereka melaju dengan kecepatan penuh.
Singkat cerita, Albert dan Tanti akhirnya menikah setelah sekian lama saling mencintai. Mereka berdua tidak berpacaran, bahkan Albert tak pernah mengatakan "Maukah kau menjadi pacarku?". Albert dan Tanti hanya tahu bahwa mereka saling mencintai dan mereka ingin terus bersama sampai tua nanti. Dan saat waktu sudah terasa sangat pas, barulah Albert berkunjung ke rumah Tanti dengan kedua orang tuanya untuk melamar Tanti.
Albert bekerja selama 3 tahun lamanya di salah satu perusahaan bahan bakar terbaik di Indonesia sebelum menikahi Tanti. Albert berpikir bahwa lebih baik memiliki pekerjaan dahulu sebelum menikahi anak orang. Akan jadi masalah jika ia tak mempunyai pekerjaan dan uang karena tugas seorang suami adalah menafkahi istri dan anak-anaknya kelak. Dengan mempunyai gaji sendiri membuat Albert merasa tenang karena bisa memberikan sesuatu pada Tanti dengan hasil jerih payahnya sendiri.
Setelah lulus SMA, Tanti tidak meneruskan sekolahnya. Menurutnya tak apa tak meneruskan sekolah kemudian menikah dengan lelaki yang ia cintai, toh ia memang sudah terbiasa bekerja di dapur bersama ibunya. Tanti berpikir bahwa sekolah sampai mempunyai gelar sarjana itu penting, namun saat itu bapaknya tiba-tiba meninggal akibat sakit. Entah kenapa pikirannya berubah. Ia tidak mau menjadi beban ibunya yang menanggung 5 anak sendirian di rumah. Lebih baik Tanti mengurus orang lain untuk meringankan beban ibunya daripada harus terus berada di rumah dan membuat ibunya stres. Sejak saat itu Tanti yakin bahwa keputusannya menerima lamaran Albert adalah hal yang paling baik.