2012
Banyak orang berkata bahwa kucing tidak akan datang jika tidak ada ikan. Kalimat tersebut sangat sering Albert dengar. Bahkan saat Albert berkunjung ke rumah adik perempuannya ia malah disemprot dengan ucapan itu. “Kak, kucing tidak akan datang jika tidak ada ikan. Laki-laki tidak akan berselingkuh jika tidak ada yang menggodanya,” kata Kinan yang sedang membicarakan perselingkuhan dengan Albert.
Albert berkata bahwa Kinan terlalu percaya pada apa yang ia katakan. Kinan harusnya melihat dari segala sudut pandang, bukan hanya dari satu sisi saja. Memangnya laki-laki selalu akan berselingkuh jika ada yang menggodanya?
Kalimat itu mungkin benar, tetapi hanya sekitar 20% saja. Pernahkah Kinan berpikir bahwa hati laki-laki tidak semurahan itu? Kalimat yang Kinan ucapkan memberitahu Albert bahwa laki-laki akan selalu terpancing dengan godaan wanita lain. Albert merasa Kinan perlu banyak memahami perasaan orang lain.
Bagaimana bisa seorang laki-laki yang sudah beristri dengan mudahnya berselingkuh? Hal itu mustahil jika lelaki tersebut mencintai istrinya. Albert tak pernah berniat untuk selingkuh dengan siapapun karena kehadiran Tanti sudah cukup baginya. Mau seseksi apapun perempuan yang lewat di depannya, ia takkan pernah tergoda karena ia selalu menempatkan Tanti di hatinya. Di manapun dan kapanpun ia berada.
Untuk urusan perasaan, jika si lelaki memang tidak berniat untuk membahagiakan istrinya maka perselingkuhan memang kerap terjadi. Semua memang berasal dari laki-laki itu sendiri. Laki-laki adalah penentu. Laki-laki menentukan nasib istrinya, anak-anaknya, keluarganya. Seorang istri akan bahagia selalu jika suaminya memilih untuk membahagiakannya. Namun seorang istri akan berselingkuh jika suaminya tidak memberikan apa yang ia mau. Miris bukan? Sudah menjadi tulang punggung keluarga, harus menjadi pemegang kendali rumah tangga pula.
Semua berkecamuk di kepala. Hal-hal tak penting pun selalu merasuki alam bawah sadarnya. Albert memang suka memikirkan sesuatu jika sedang menunggu kereta datang. Bahkan sampai dirinya masuk ke dalam gerbong kereta pun ia masih tetap terngiang kata-kata Kinan waktu itu.
Akhir-akhir ini Albert senang naik kereta. Bukan karena apa-apa, ini hanya karena ia sudah merasa semakin menua. Ia merasa harus sering-sering bertemu dengan orang di jalan daripada menyetir mobil sendirian tanpa ada siapapun di sekitarnya. Bertemu dengan orang-orang membuat hatinya begitu senang dan tubuhnya terasa bugar.
Di gerbong kereta Albert tidak dapat tempat duduk. Di sebelah Albert berdiri seorang pemuda yang kelihatannya seorang mahasiswa. Mereka tidak mengobrol namun saling melempar senyum. Seperti biasa, semua tempat duduk sudah diduduki oleh wanita dan manula.
Seorang perempuan muda kemudian datang, ia berdiri tepat di sebelah pemuda tadi. Albert melihat ke kanan dan ke kiri. Barang kali masih ada tempat duduk yang bisa ditawarkan untuk perempuan muda itu. Tetapi Albert tak menemukan satu pun tempat duduk yang kosong. Dan perempuan itu pun sepertinya tidak masalah jika berdiri karena Albert tidak melihat perempuan itu mencari tempat duduk.
Kereta akhirnya berjalan. Suara khas dari gesekan antara roda kereta dengan rel membuat suara itu menggema di dalam gerbong. Albert menikmatinya. Ia suka suara yang berasal dari aktivitas di luar rumah.
Masinis hari ini mengendarai kereta dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Gerbong-gerbong bergerak ke sana ke mari dengan tidak teratur. Semua orang yang berdiri harus berpegangan dengan kuat kalau mereka tidak mau jatuh. Tidak apa, setidaknya Albert masih bisa melihat-lihat ke luar jendela.
Di sana masih banyak pohon-pohon rindang dan pemandangan Jakarta seperti biasa. Akan tetapi ketika Albert sedang menikmati perjalanannya, ia dikejutkan dengan teriakan perempuan muda tadi yang tampaknya sangat marah. Tidak hanya sebuah teriakan, Albert juga mendengar suara tamparan yang cukup keras. Tunggu... lihat itu. Apakah perempuan muda itu sedang marah kepada pemuda di sebelahnya?
“Memangnya aku bodoh?! Aku tau kau sengaja mengimpit tubuhku dari belakang!”
“M-maaf aku tidak bermaksud seperti itu! Sungguh aku—”