ALETA

essa amalia khairina
Chapter #3

BAB 2

Aleta berdiri di dapur kecil yang hangat oleh aroma tumisan bawang. Di atas kompor, sebuah kuali berisi nasi goreng yang nyaris matang, menebarkan keharuman yang khas. Tangannya cekatan mengaduk sambil sesekali mencicipi, memastikan rasanya pas. 

Di meja kayu, sudah tersusun dua piring, sendok, dan kerupuk yang sengaja ia beli di warung dekat rumahnya sesaat sebelum ia pulang ke rumah. 

Begitu nasi goreng sudah dipastikan siap untuk di santap, ia mematikan kompor dan membawa kuali itu bersamanya. 

Di saat yang sama, suara ketukan pintu rumah memanggilnya. "Ayah," gumamnya sambil buru-buru menuangkan nasi goreng ke dalam piring.

Suara ketukan itu semakin keras, menandakan seseorang tengah berdiri di depan pintu rumah dengan ketidaksabaran.

"Kenapa Ayah nggak masuk, padahal pintunya nggak dikunci," lirih Aleta, berbicara pada dirinya sendiri. Tangannya cepat meletakkan wajan kembali di atas kompor, seperti semula, sebelum ia bergegas menuju ruang tamu. 

Langkahnya terasa gugup. Tidak. Lebih kepada takut jika sang Ayah pasti memakinya karena lama membuka pintu. Dengan cepat, ia meraih gagang pintu dan menarik ke dalam lebar. 

Begitu pintu terbuka, tubuh Aleta refleks terhenti. Matanya sedikit membelalak dan penasaran. Itu bukan Ayahnya. Melainkan, dihadapannya berdiri dua pria bertubuh besar, tinggi, dan berotot kekar. Tatapan mata pria tersebut menancap tajam, seolah tengah mencari sesuatu dari Aleta. 

"Ma-Maaf, kalian ini siapa?" tanya Aleta pelan, ragu. 

"Kami mencari Sadam."

"Maaf, tapi ... A-Ayahku belum pulang."

"Oh, jadi kamu anaknya?" tambah pria satunya lagi. 

Aleta hanya mengangguk tanpa suara. 

"Tolong sampaikan pada Ayahmu untuk segera membayar hutang judinya!"

Aleta tersentak. Seolah tubuhnya baru saja disambar petir. Kata-kata itu menusuk telinganya, memecah seluruh ketenangan malam yang baru saja ia bangun di dapur.

Matanya membesar, menatap kedua pria asing itu secara bergantian. Tenggorokannya tercekat, bibirnya bergetar tanpa bisa segera merangkai kata. Hutang? Judi? Sejak kapan Ayah bermain benda haram itu?

Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Tidak mungkin Sadam melakukannya. Meskipun, pekerjaan Ayahnya tak tetap, yang setiap hari rutin pergi dan pulang di jam yang sama, yang ia tahu Ayahnya bekerja keras, pulang larut dengan wajah lelah. Lantas, dari mana bisa muncul kabar tentang hutang, apalagi judi? 

"Tolong sampaikan pada Ayahmu, kalau hutangnya tidak bisa di bayar, rumah ini akan segera kami tarik!" Lanjut pria tersebut. 

"Ma-Maaf, Pak. Kalau boleh tahu, hutang judi Ayah saya berapa?"

"Tiga puluh juta!"

Aleta terkejut, lagi. Ia nyaris kehilangan penopang. Lututnya bergetar, nyaris lemas dan terjatuh. Jantungnya berdegup tak karuan, semakin keras. 

Usai kedua pria itu pergi, Aleta segera menutup pintu dan ia benar-benar menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Ia mencoba meyakinkan diri, mungkin kedua pria tadi salah orang. Namun, bagaimana bisa kedua pria itu mengenal Sadam, Ayahnya? 

Tak lama, pintu rumah terbuka tanpa diketuk. Lagi, Aleta tersentak, tubuhnya otomatis berdiri menegak. Dari ambang pintu, tampak Sadam berdiri dengan wajah letih, kemeja kusut menempel di tubuhnya, dan aroma asap rokok samar mengikuti langkahnya masuk.

"Ayah," kata Aleta menghentikan langkah Sadam yang hendak bergerak menuju dapur. "A-Aku mau bicara sama Ayah." 

Aleta menelan ludah dengan susah payah. Kata demi kata ia susun dengan penuh kehati-hatian. "Tadi, ada dua pria ke rumah. Mereka cari Ayah."

Sadam berbalik menatap Aleta yang sontak membuat gadis itu tertunduk, tak berani memandang wajahnya karena takut. 

Lihat selengkapnya