Malam ini purnama menampakkan kemilau cahayanya yang menerangi bumi saat pelita satu-satunya Allah ciptakan yakni dirinya. Langit cerah dengan bintang yang tertabur begitu indahnya menghiasi pemandangan alam semesta saat semua manusia mengistirahatkan badannya di dalam kotak-kotak yang berpintu dan berjendela.
Di salah satu kotak itulah aku berdiam diri memegangi sebuah pena. Bagaimana caranya aku bisa membuktikan tantangan si’aneh’ tadi?? Kenapa juga aku mau menerima tawaran dari dia?? Apa yang akan terjadi nantinya jika aku dekat dengannya???
Semua pertanyaan itu berkelebat di dalam pikirku. Bagaikan deraian buih air saat ombak menghempaskan diri ke pantai dan kembali lagi kelautan dan kembali lagi menghempaskan diri ke daratan yang mungkin ombak tidak menyukainya. Dengan siklus seperti itulah pertanyaan-pertanyaan ini menggangguku dan terus mengusikku. Sampai larut malam aku memikirkan hal yang tidak seharusnya aku pikirkan.
Ku coba buka buku diaryku. Aku suka sekali dengan membaca dan menulis. Entah kenapa kegemaran ini datang menghampiri seakan menempel permanen dalam diriku. Di dalam buku diary inilah ku tuliskan semua yang aku alami setiap harinya. Setidaknya rasa gelisahku akan lebih berkurang saat ku coba menuliskannya di atas kertas putih bergaris ini, -buku diaryku.
Membuka lembaran demi lembaran dari buku ini, sekejap aku dapatkan jawaban dari apa yang membuat pikiranku berantakan.
“Bersiaplah wanita ‘aneh’. Akan aku buktikan kalau aku bukan seorang pecundang!!!” aku melonjak dari kursi yang aku duduki ini. Semangatku menggelora hingga tanpa sadar, teriakkan ku mengagetkan seisi rumah.
Seorang anak perempuan membukakan pintu kamarku dengan wajah khawatir.
“Ada apa ini Kak!!!??” adik ku ini dengan cemasnya bertanya padaku.
“Gak ada apa-apa kok dek, maaf megagetkan,” jawabku sambil mengelus bagian belakang kepalaku.
“Lagi nulis apa sih Kak?” tanya adik ku ini sambil melirik buku diaryku dengan paksa.
“Ehhh,, Allya Asrinn,, adik ku yang cantiikkk.. jangan gituu dongg.. sudah ya, katanya mau ngerjain tugasss,,” bujuk ku dengan sedikit merayu sambil membimbingnya menuju pintu kamar.
“Iyaa dehh, Kak. Kakak mahh rahasia-rahasiaan sama adek. Nih pintu tutup lagi apa gak??” ternyata wajah cemberut adik ku ini lebih aku sukai daripada wajahnya saat tersenyum,
“Jangan ngambek, yaa. Itu pintu di tutup aja dek, makasih yaa.” Jawabku. Allya hanya mengangguk dan berlalu dari pintu kamarku.