Bumi seakan menuruti takdirnya. Berputar dan terus berputar tanpa mengolengkan isinya. Bahkan mentari seakan sepakat dengan bulan saat bumi terlalu berputar dengan cepatnya. Hari terus menggulung hingga menghasilkan bulan.
Kalender di kamar ku sudah ku robek sebanyak lima kali berturut-turut untuk menandakan hari-hariku dalam hitungan bulan. Sudah hampir satu semester ku tinggalkan dunia anehku dengan Kak Vina. Bukan tanpa sebab kami terpisah begitu lama dan jauh. Hanya saja, Kak Vina memutuskan untuk bersekolah di sekolah dengan fasilitas Boarding School di kabupaten tetangga –Kabupaten Solok- dan harus memusatkan pikiran hanya untuk belajar saja.
Lima bulan kami tak ada kontak sama sekali dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Bahkan kini, aku berusaha menghibur ketiadaan Kak Vina dengan mendekati seorang perempuan. Dia adalah adik kelasku di satu sekolah.
Kali ini, aku menyukainya bukan dari keanehan lagi. Tapi dari wajahnya yang sangat cantik. Matanya memancarkan cahaya cinta, bibirnya merona bagaikan semangka dibelah dua, dan suaranya seperti himbauan burung-burung nuri yang terbang mengangkasa di dalam hutan hujan serta tawanya bagai hembusan angin kala sengsara menyapa. Aduhaiii, cantiknya!
Namun, harus kandas di tengah jalan hanya karena fitnah yang mematikan pun berbisa.
Hari Kamis, tanggal 7 Oktober 2015. Di sebuah jalan sepulang sekolah, kejadian yang tak terduga terjadi. Sebelumnya aku terlalu berharap dengan wajah cantiknya yang memikat hati. Aku belajar banyak dari kejadian ini. Jangan kira wajah cantik mencerminkan kecantikkan hati. Tidakk!! Perempuan itu, sungguh-sungguh membuatku patah hati dan sangat kecewa. Terlalu berharap padanya adalah kebodohanku yang kedua setelah berpisah dari Kak Vina.
“Eh, tau gak?? Aku milih kamu itu udah menolak tiga orang laki-laki demi bisa sama kamu. Tapi, lihat!! Kamu malah mempermainkan aku dengan menyukai orang lain di belakangku. Dasar pengecut!!” perempuan itu mengucapkan kata-kata yang membuat hatiku hancur dan telingaku panas mendengarnya. Ditambah dengan ludahannya ke arah tanah tepat di hadapan membuatku berpikir dua kali tentang nilai perempuan ini. Perempuan yang dulunya aku anggap cantik kini berubah seketika menjadi wanita garang bahkan mendekati kebuasan. Semuanya hancur bahkan tak berbentuk lagi.