Kota Sawahlunto adalah kota dengan keunikan tersendiri. Dari empat kota yang pernah aku jelajahi baru kali ini aku rasakan kota yang sangat nyaman untuk ditinggali. Sawahlunto dijuluki sebagai Kota Kuali. Tak heran memang, mengapa orang-orang menamainya begitu karena kota kecil dengan empat kecamatan terbentuk diantara barisan perbukitan Bukit Barisan yang melintang di sepanjang pulau Sumatera.
Malam hari di dalam kamar, ku mencoba untuk mencari hiburan setelah belajar dan membaca buku pelajaranku. Esok adalah hari dimana aku dan ratusan ribu siswa SMP di seluruh Indonesia harus bertempur mempersiapkan amunisi semaksimal mungkin untuk hadapi Ujian Nasional.
Biasanya, hiburan yang paling ampuh mengusir kejenuhan adalah bermain game online di handphone ku. Kali ini, aku sedang melakukannya.
Setelah sepuluh menit berlalu, aku merasa bosan dengan permain ini. Aku pun keluar dan mencoba melihat-lihat nomor kontak di dalam alat komunikasi ini. Ku seret layarnya ke atas sedangkan semua tulisan nama di dalamnya bergerak ke bawah.
Aku teringat saat pertama kali aku memiliki ponsel sendiri. Sudah cukup lama, ketika itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tepatnya di kelas IV SD. Awalnya aku tidak ada niat untuk memiliki ponsel sendiri, tapi ayah yang meminta. Kalau ayah sudah memerintah, seisi rumah hanya bisa menurutinya.
Dulu aku punya impian memiliki banyak nama yang banyak dalam kontak ponselku. Mulai dari huruf A sampai Z. Kini, impian itu agaknya sudah terwujud. Bukan apa-apa, sekarang sudah lebih dari dua ratusan nama berjejer rapi di layar ponsel yang aku pegangi ini. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri melihat kontak yang banyak ini –menurutku.
Dari atas sampai ke bawah aku urut nama-nama orang yang aku kenali itu. Dari awal sampai akhir sudah ku jelajahi nama-nama ini. Niat jahil ku muncul tiba-tiba. Ku ulangi lagi dari awal sampai akhir, dan itu terjadi sampai tiga kali pengulangan. Heheheh, maklum lagi bosan-bosannya! Jariku terhenti di satu nama yang sangat familiar bagiku.
Di layar ini tertulis, ‘Kak Vina’ Tanpa pikir panjang, mumpung punya pulsa lebih. Ku sentuh nama itu kemudian sebuah ikon di layar handphone ini, bergambarkan sebuah gagang telepon. Ku dekatkan alat canggih dengan ukuran 5 inchi berwarna putih ini ke telingaku. Hingga terdengar suara...
Ttiiiittt... tiittt...
“Asslamu`alaikum, Kak. Apa kabar??” tanyaku pada seseorang di seberang telepon dengan antusias.
“Wa`alaikumussalam, Al. Alhamdulillah baik. Ini siapa, ya?” jawabnya.
“Tuh, kan. Belum lebih jalan setahun udah lupa sama aku. Ini aku, Kak.. masa lupa??” tanyaku dengan sedikit kesal.
“Ohhhh, kamu! Iya, iya. Aku ingat. Tumben nelpon aku, ada apa??” tanyanya padaku.
“Gak ada, cuma iseng-iseng aja. Boleh kan??” basa-basiku dengan lembut.
“Boleehh, kok. Eh, kamu apa kabarnya, Al??” betapa bahagianya aku saat mendengar Kak Vina bertanya akan kabarku. Jika kalau ia ada di dekatku saat ini, mungkin ia bisa melihat bagaimana ekspresi bahagia yang terpancar dari wajahku.
“Alhamdulillah baik juga, Kak. Kakak sekolah dimana sekarang?? Sudah lama kita gak ada komunikasi, yaa Kak!” sambil menciptakan nada manja, ku ucapkan kata-kata yang sudah lama ingin aku sampaikan padanya.
“Hahahahah, masa`?? aku sekarang sekolah di SMAN 2 Sumbar, Al. Alhamdulillah,” jawabnya.
“Kak Vina masuk ke SMAN 2 Sumbar?? Waahhh!! Berarti Kakak hebat dong, ya?” kelakarku pada Kak Vina walaupun sebelumnya aku sudah mengetahui informasi ini.
“Yaaiyaalaah! Aku dari kelas satu sampai kelas tiga waktu SMP dulu, aku masuk tiga besar! Aku juga bisa Bahasa Inggris, lho. Kamunya aja yang gak tahu,” jawab Kak Vina. “Oya, kamu kapan Ujian Nasional?? Besok kalau sudah lulus, masuk sini aja. Biar kita bisa ketemu.” sambungnya antusias.
“Besok adalah hari aku bakal ujian, Kak. Do`akan ya, Kak!” seruku semakin menambah keakraban yang dulu pernah ada di antara kami.
“Iyaa, pasti! Eh di sini ada yang mirip sama Alfa lho, tapi dia lebih keren dari kamu, Al!!!” perlahan menara pasir yang coba aku bangun runtuh hanya dengan pernyataan ini yang membuatku pilu. “Selain itu, dia juga hebat main basket, pintar, ganteng juga. Terus, alim banget. Waktu itu kan, di sini ada peraturan. Kalau yang jadi imam untuk shalat berjama`ah itu harus ganti-gantian siswa laki-lakinya maju ke depan. Suara dia itu, adem banget Al. Bisa dibilang kalau dia itu idaman banget..” sambungnya.