Setelah bel berbunyi, semua siswa yang tadinya di dalam kelas keluar melalui pintu ruangan masing-masing. Berhubung rasa penasaranku yang tidak henti-hentinya terhadap seorang teman maka ku putuskan untuk menunda keluar dari pintu kelas ini dan beralih menuju ke arah temanku, Pawal.
“Hai, nama kamu Pawal, kan? Kenalin nama aku Alfasrin.”
“Iya, aku Pawal. Panggilan kamu siapa?” Pawal bertanya balik ke arahku.
“Panggil Alfa, saja. Eh, ngomong-ngomong kamu tahu dimana kantin di sekolah ini?” tanya ku kepada Pawal yang sepertinya dia juga kebingungan, itu terlihat jalas dari raut wajahnya.
“Hem, info yang aku dengar dari teman-teman yang lain, di sekolah kita ini ada dua kantin. Satu di bawah dan satu lagi di atas. Kita coba cari yuk!” ajak Pawal yang aku tahu kalau dia juga kelaparan sama sepertiku.
Kami pun berjalan keluar kelas sambil celingak-celinguk dan memperhatikan keadaan sekitar. Ternyata, tahun ini untuk kelas 7 semuanya ada lima kelas. SMPN 1 Sawahlunto berdiri di atas lahan yang sedikit landai. Maklum, terletak di pusat Kota Sawahlunto yang mnyerupai kuali menjadikan sekolah ini memiliki medium yang berbeda. Untuk kelas 71 sampai dengan 74 berada di medium bawah sedangkan untuk kelas 75 terletak di lantai dua gedung ini.
Tidak sulit bagi kami untuk menemukan kantin sekolah ketika jam istirahat ini. Hanya dengan melihat arus lalu lalang orang-orang yang terpusat pada satu titik kami mampu mengetahui kalau itulah kantin. Akhirnya sampai juga. Awalnya kami sedikit canggung untuk membeli beberapa makanan ringan di kantin ini, seperti biasa hawa-hawa anak baru tamat SD yang polos masih melekat di diri kami. Ada beberapa jananan yang dijajakan. Mulai dari kudapan tradisional seperti onde-onde, lapek bugih, dan kerupuk kuah. Selain itu, juga ada beberapa minuman mineral dan sebuah pendingin yang pintunya terbuat dari kaca sehingga nampak jelas deretan susu dan minuman yang tampak segar menggoda orang yang melihat untuk membelinya.
“Wal, kamu mau jajan apa?” tanyaku pada Pawal yang asik memperhatikan beberapa makanan yang ada.
“Masih melihat-lihat. Agaknya tidak ada makanan yang membangkitkan seleraku disini.” jawabnya.
Setelah beberapa saat, kami pun memutuskan untuk keluar dari kantin tanpa membawa jajanan karena mendengar bel berbunyi tanda jam istirahat sudah berakhir. Kami khawatir jika nanti terlambat masuk kelas akan dimarahi oleh guru yang masuk. Menurut jadwal yang diberikan hari ini akan ada guru mata pelajaran Matematika ke kelas kami.
“Akhirnya kita jadi tahu kemana kita akan belanja, Wal.”
“Iya, tapi percuma aja tadi udah kesana gak ada yang dibeli.” ucap Pawal sedikit menyesali keputusan yang baru saja dia ambil.