Waktu lulus SD dulu, yang aku bayangkan ketika nanti sudah SMA adalah kehidupan yang asyik dengan teman-teman. Bermain keluar rumah di malam hari, bersenda gurau, dan keseruan lainnya yang menyenangkan hati. Terutama, punya seseorang yang kita cintai begitu juga dengan orang itu yang mencintai kita. Pacar.
Ternyata setelah dialami, yang terjadi justru sebaliknya. Pergi sekolah pagi, masuk jam 07.15 WIB, di sekolah ada 14 mata pelajaran yang harus dikuasai tujuh hari dalam sepekan, belum lagi untuk kelas 10 ada satu tambahan mata pelajaran lintas minat, pulang sekolah hari sudah sore, tiba di rumah pun sudah mendekati maghrib. Benar-benar menguras tenaga.
Jadinya, untuk keluar rumah pun tidak ada waktu apalagi kesempatan, apalagi keluar rumah malam-malam. Kelelahan seharian belajar di sekolah, malamnya ketiduran atau begadang untuk mengerjakan tugas. Bersenda gurau dengan teman-teman hanya via daring, itu pun kalau sedang main hape terus ada yang nelpon atau lagi chatingan habis itu ketawa-ketawa sendiri bakalan jadi suatu hal yang dicurigai sama orang di rumah.
Tidak ambil pusing dengan semua yang terjadi, aku memutuskan untuk menikmatinya saja. Menikmati setiap lelah yang terasa, menyukai hal yang dilelahkan, dan akhirnya menjadi kebiasaan yang justru disenangi. Sungguh, pembiasaan diri yang lumayan menguras tenaga di masa SMA ini.
Oleh karena itu, aku mencoba beberapa alternatif lain untuk melebur kejenuhan yakni dengan menulis. Menulis kecil-kecilan sih, di buku diary. Ketika menulis ada sebuah energi yang masuk ke dalam diriku dan seketika tubuh ini berasa fit kembali. Seandainya buku punya persendian, mungkin saja dia akan lelah menerima tulisan aku.
Duduk dibangku kelas 10 adalah masa-masa yang krusial untuk memulai mengenal lebih dalam beberapa hal mengenai urusan hati ke hati. Ada yang di kelas 10 ini bukannya fokus mengejar nilai, tapi malah menyediakan waktu untuk merenungi nasib kejomloan atau mengejar-ngejar seorang yang dikagumi. Yap, itu aku.