Malam ini adalah malam yang bergitu indah sekaligus begitu berat bagiku. Malam ini aku ragu untuk mengambil sikap, apakah harus bahagia atau sedih disebuah keputusan? Sebenarnya, ini sudah sejak lama aku rasakan. Ada kejanggalan antara hubungan dekatku dengan Aisyah. Tidak, tidak janggal rasaku. Ini semacam aneh. Ah, tidak tahu aku harus menamai ini seperti apa, tetapi yang jelas ada beberapa perubahan yang mendasari sikapku. Sikap yang dulu begitu mudah untuk melupakan kebaikan orang malah berubah menjadi lebih menghargai pemberian dan memperbanyak berbagi kebahagiaan.
Ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Senyaman inikah aku dengan Aisyah? Di tahun-tahun yang masih muda ini, adakah yang lebih berharga dari sesuatu yang dinamakan cinta?
Beberapa bulan aku jalani hubungan dekat dengan Aisyah. Bahkan waktu itu dengan motor pemberian sepupuku, aku antarkan anak perempuan orang sampai ke depan pintu rumahnya. Berdua di atas motor adalah keromantisan tersendiri bagi mereka yang menjalani masa muda terutama di SMA. Tetapi, bagi kami, aku dan Aisyah, ini semua adalah hal terlanjur atau bahkan sudah kelewatan. Hingga akhirnya, Aisyah menyuratiku tiga lembar kertas.
Bukankah, dua malam yang lalu kita masih berhubungan baik? Saling menanya kabar atau bahkan menanyakan sudah makan atau belum? Tetapi kenapa hari ini malah berbeda?
Aku tahu, ini akan terjadi. Kami sudah sama-sama tahu akan batasan yang ada antara wanita dan lelaki. Kami terlanjut berjalan jauh untuk kali ini. Hari ini, Aisyah membuat sebuah keputusan.
“Al, nanti baca suratnya di rumah aja ya. Ini, ambillah!” Aisyah pun berlalu menuju ke arah tempat duduknya.