Alfameria

kumiku
Chapter #3

Chapter #3

Tiga puluh pasang meja dan kursi berbaris rapi membentuk tiga baris memanjang. Semua penghuninya sedang menatap serius pada selembar kertas yang berisi 5 nomer soal fisika. Enam puluh menit sudah berlalu tapi tidak satu pun kepala yang mendongak. Semuanya menunduk memastikan rumus yang mereka gunakan untuk memecahkan rumus-rumus yang diciptakan oleh Newton berabad-abad lalu.

Pak Robby tengah duduk di mejanya sambil memeriksa jawaban dari kelas sebelumnya. Sang guru fisika tersebut tidak perlu berjalan berkeliling untuk memastikan murid-muridnya bersikap jujur. Karena soal-soal yang Ia berikan sudah cukup menyita perhatian murid-murid sehingga tidak akan memiliki kesempatan untuk bertindak curang.

Bel sekolah berbunyi. Tanda jam pelajaran telah usai sekaligus berakhirnya masa pemerasan otak bagi murid-murid kelas XII IPA 3. Tentu saja layak disebut pemerasan karena dua jam terakhir sebelum jam sekolah selesai adalah masa-masa otak berada dalam gelombang beta. Kalau disederhanakan menjadi jam tidur siang. Seharusnya waktu-waktu tersebut sebaiknya diisi dengan pelajaran agama atau sejarah yang cocok untuk digunakan sebagai dongeng sebelum tidur.

“Yang duduk paling belakang silahkan mengumpulkan jawaban teman-temannya.” Perintah Pak Robby.

Seketika keheningan kelas musnah. Berganti dengan suara lega dan kesal atau biasa saja terhadap jawaban yang berhasil mereka tuliskan. Dari sekian banyak ungkapan hati itu satu hal yang masih meninggalkan kesenangan adalah pulang.

“Langsung balik, Fa?” tanya Aksa sambil menutup tasnya.

“Biasanya gitu.”

“Bareng Ameria?”

“Biasanya.” Jawab Alfa singkat.

“Dari dulu aku penasaran dengan hubungan kalian.”

Alfa menyimak.

“Kalian yakin cuma sahabatan?” tanya Aksa heran. “Nggak pernah punya perasaan khusus gitu? Ya, tahulah.”

“Suka maksudnya?”

“Ya, mungkin. Setiap orang punya definisi sendiri-sendiri.”

“Tentu aku menyukai Ameria. Dia tipikal cewek yang menyenangkan untuk diajak ngobrol dan jalan. Asik aja.”

Aksa tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepala. “Okay.”

“Kenapa emang?” selidik Alfa.

“Nggak. Cuma penasaran aja. Yaudah, duluan ya.”

Aksa meninggalkan Alfa yang masih belum memasukkan semua buku-buku pelajarannya termasuk novel yang sedang dibacanya. Percakapan singkat dengan teman sebangkunya sejak kelas X itu membuatnya harus menunda memasukkan buku-buku kedalam tas. Sekilas pikirannya sedang mencerna pertanyaan sekaligus jawaban yang diberikannya. Benarkah seperti itu kenyataan yang sebenarnya?

“Alfa!”

Suara ringan dan penuh semangat sudah menantinya di depan kelas. Siapa lagi kalau bukan Ameria. Tas ransel berwarna merah dengan sebuah totebag dibahu kiri membuat tubuh mungilnya semakin tenggelam. Dan tidak ketinggalan sebuah topi. Siang ini America mengenakan warna yang disesuaikan dengan jaket merah jambunya.

Lihat selengkapnya