Alfameria

kumiku
Chapter #7

Chapter #7

Putih warna yang sedang ngetrend pagi ini. Jalanan dipenuhi orang mengenakan pakaian lambang kesucian yang dipadukan dengan warna lain seperti merah, biru dan abu-abu. Mereka yang berjalan kaki, kendaraan umum juga mereka yang turun dari kendaraan pribadi berkumpul di sepanang jalan yang menjadi alamat sejumlah sekolah.

“Jangan lupa pesanan Bunda buat Alfa.”

“Iya. Lagian kenapa harus di sekolah sih? Kan nanti aku bisa minta Alfa mampir ke rumah.”

“Suka-suka bunda, dong. Jangan lupa suruh dia chat ke bunda kalau udah selesai makan brownisnya.”

Ameria menatap Marisaa malas. “Yang sahabatan sama Alfa itu aku apa bunda?”

“Bawel kamu. Udah cepetan turun. Bunda udah telat, nih”

Ameria mencium pipi kanan dan kiri Marisa sebelum keluar dari mobil.

Mobil SUV berwarna hitam itu pun berlalu bercampur dengan ratusan kendaraan lain dijalan raya. Begitu juga dengan Ameria yang sudah melebur ditengah ratusan murid SMA Persada.

Pagi ini SMA Persada sedang di hebohkan dengan sebuah berita. Habis manis sepah dibuang, begitulah headline news pekan ini. Sementara terduga pelaku tidak merasa sedang menjadi perbincangan seluruh penghuni sekolah. Anak perempuan yang bergosip di kantin, kamar mandi anak laki-laki bahkan rumput sintetis yang ada dilapangan pun semakin bergoyang dengan adanya kabar miring tersebut.

“Mer,”

“Hhmm …” Sang pemilik nama sedang fokus mengerjakan soal terakhir dari pekerjaan rumah yang baru saja diberikan guru matematika. Sudah sewajarnya yang namanya PR dikerjakan di rumah. Tapi Ameria itu adalah sebuah larangan. Karena waktunya selama dirumah hanya akan dipakai untuk kesenangannya saja.

“Tapi kamu jangan marah, ya?”

“Iya.”

“Janji?”

“Iya. Ya ampun Citra. Kamu bikin aku jadi nggak konsen, deh.” Ameria meletakkan pensilnya dan mengganti posisi duduknya. “Apaan?”

Teman sebangkunya itu menengok kanan kiri untuk memastikan teman-temannya yang lain sudah pergi ke kantin untuk menghabiskan waktu istirahat. “Kamu beneran pacaran sama Aksa?”

“Hah??”

“Kok kaget gitu, sih?”

“Gimana nggak kaget? Pertanyaan kamu itu ngaco.”

“Kok ngaco? Berita kalian itu heboh banget.” Ameria diam, merasa bingung dengan ucapan Citra. “Jangan bilang kamu belum ngecek grup WA.”

Ameria langsung mengeluarkan gawai dari dalam tas sekolahnya. Ia langsung mengarahkan pandangannya pada Aplikasi Whatsapp lalu langsung membukanya.

Ada banyak pesan masuk tapi hanya satu grup yang chatnya mencapai ratusan, Anila Persada19. Grup WA khusus Anak Ilmu Alam SMA Persada angkatan 2019.

Ratusan percakapan yang berasal dari ratusan anak sedang di scanning menggunakan mesin digital yang dimiliki indera penglihatan Ameria. Sehingga tidak perlu waktu lama untuk mengetahui topik hangat yang sedang diperbincangkan itu.

Ameria masih melihat beberapa kali Aksa memberi tanggapan. Seperti biasa Alfa sama sekali tidak pernah muncul dalam diskusi terbuka di dunia maya seperti ini.

“Ya ampun. Iseng banget sih yang bikin gosip.”

“Aku juga nggak tahu, Mer. Bangun tidur pas baca grup udah rame. Jadi ya, banyak yang ku skip. Tapi bener kalian nggak pacaran?”

“Bener, Cit.”

 “Akhir-akhir ini aku juga lumayan sering lihat kamu bareng sama Aksa ketimbang Alfa.”

Ameria menutup aplikasi lalu memasukkan ponsel kedalam tas. Dia tidak ingin terlalu mengambil pusing kabar burung tersebut. Ameria pun melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun lima menit setelahnya, teman sebangkunya itu menyenggol bahunya.

“Alfa, tuh.”

Citra menunjuk satu-satunya murid laki-laki yang kemana-mana selalu membawa buku. Alfa baru saja berjalan melewati kelas Ameria.

“Al!” Ameria berteriak dari dalam kelas. “Duluan ya, Cit.”

Ameria bergegas mengejar Alfa. Dan kembali menyebut nama Alfa dengan lantang namun panggilannya tenggelam dengan suara yang dihasilkan oleh murid-murid yang sedang beristirahat. Alfa tidak mendengar seruan Ameria yang berdiri di lorong kelas.

“Alfameria!”

Seseorang menepuk bahunya. Membuat Ameria terlonjak kaget.

“Kok bengong gitu sih mukanya?”

“Ini namanya kaget Aksa.”

Aksa terkekeh geli melihatnya. “Kamu kok sendirian? Salah dong aku tadi manggilnya.”

“Beneran aneh ya kalau aku nggak sama Alfa?”

Aksa tersenyum. Bingung harus menjawab apa. Karena dia tidak merasa ada yang aneh dengan Ameria yang sendirian. Lagipula hari-hari terakhir Aksa cukup sering menghabiskan waktu bersama Ameria seperti jajan di kantin atau duduk di pinggir lapangan untuk melihatnya bermain basket.

“Aneh karena aku nggak bisa manggil Alfameria kalau kamu sendiri.”

“Emang yang aneh tuh Alfa. Akhir-akhir ini ngilang-ngilangan mulu kalau disekolah. Dikelas gitu juga nggak sih?”

Lihat selengkapnya