Seorang anak laki-laki yang sedang bermain di kamarnya tiba-tiba menghentikan kegiatannya kala mendengar suara tangisan Mamahnya di lantai bawah. Dari lantai atas ia melihat kedua orang tuanya yang sedang berpelukan namun tiba-tiba seorang wanita yang seusia dengan Mamahnya langsung menarik Papah sehingga memisahkan pelukan mereka.
Ketika wanita itu hendak membawa Papah keluar dari rumahnya, dengan cepat Al menuruni tangga dan berlari menghampiri Papahnya. Al menahan Papahnya yang untuk tidak pergi.
"Papah mau kemana? Papah mau pergi ya?" tanya Al polos.
"Iya! Dia akan meninggalkanmu dan pergi dari hidupmu!" ujar wanita tersebut seraya menatap Al tajam.
"Bohong! Al gak percaya!" bentak Al
Wanita itu mendengus. "Untuk apa aku berbohong huh! Papahmu akan membuat keluarga baru bersamaku."
Al menghampiri Mamahnya dengan mata yang berkaca-kaca seraya memeluknya. Pelukan mereka terlepas ketika wanita itu bersuara kembali.
"Ayo Mas! Kita harus pergi melihat rumah yang baru kamu beli untuk keluarga kita Mas!" ucap wanita itu seraya menarik lengan Papahnya. Namun Wijaya hanya diam tak bergerak dari tempatnya.
Wijaya merentangkan kedua tangannya. "Al, sini nak."
Al berlari dan langsung memeluk Papahnya dengan sangat erat seolah menyalurkan rasa sayang padanya. Mereka melonggarkan pelukannya lalu Wijaya menatap Al lekat, ia tak ingin meninggalkan Al dan juga Sinta istrinya. Namun karena suatu hal yang membuatnya harus meninggalkan mereka.
"Papah jangan pergi." lirih Al
"Papah gak akan pergi sayang. Papah akan selalu berada di dekatmu."
Tiba-tiba wanita itu mendorong Al hingga membuatnya terjatuh dan kepala Al terkena ujung lemari sehingga dibagian keningnya mengeluarkan darah segar.
"Sudahlah! Drama kalian sungguh membosankan!"
Sinta menghampiri Al yang terjatuh. "Berani sekali kau mendorong anakku!"
"Anakmu saja yang lemah! Toh aku cuma mendorongnya pelan!" ujar wanita itu dengan seenaknya.
Sinta melayangkan tamparan pada wajah wanita tersebut dengan amarah yang memuncak. Lalu terjadilah keributan di antara keduanya. Wijaya dengan segera memisahkan mereka berdua namun keduanya sulit untuk dipisahkan.
Al berdiri dengan rasa pusing di kepalanya sebari membuka laci lemari tersebut mencari sesuatu. Gotcha! Sebuah pistol sudah berada di genggaman Al saat ini dan mengarahkannya ke arah wanita itu. Lalu..
DOR
Setelah melepaskan tembakannya, Al membuka mata dan seketika tubuhnya melemas melihat tembakannya melesat.
"MAMAH!" Al berlari menghampiri Mamahnya yang sudah terkapar di lantai.
Al menangis histeris. "Mamah.. Maafin Al.. Al gak bermaksud Mah, Al gak sengaja."
"Shuttt su..dah jangan me..na..ngis... kalo Mamah gak ada, Al ha..rus jadi a..nak yang ba..ik. Sela..mat.. tinggal ja...go..an Mamah." ucap Sinta di akhir nafasnya dan benar-benar sudah memejamkan matanya.
"MAMAHHHH! JANGAN TINGGALIN AL!" teriak Al histeris.
Wijaya benar-benar terpukul dengan kepergian istrinya. Tak menyangka Sinta akan pergi secepat ini. Wijaya menghampiri tubuh Sinta dan menatapnya sendu.
"Sinta.. Maafkan aku Sinta." lirih Wijaya.