Seperti biasa, kafe masih sepi. Kana masih menyapu lantai dan si mungil Emily mengelap meja. Sedangkan Alice masih keluar mencari sesuatu untuk dekorasi kafe. Lagu klasik menemani mereka bekerja di kafe yang selalu sepi ini, padahal lokasinya sangat strategis dan mudah dilihat oleh orang banyak.
"Hei, Emi!" sapa Kana.
"Ada apa?" balas Emily.
"Kau tidak merasa aneh dengan kafe ini?"
"Aneh kenapa?"
"Kita sudah lama kerja di sini dan nyaris tidak ada yang datang kecuali para penjaga macam Arafis, Saki, dan Elvy?" ujar Kana.
"Lalu?" sambung Emily.
"Padahal banyak orang yang berlalu lalang, tapi nyaris tidak ada yang mampir."
"Kak Kana?"
"Ada apa?"
"Kau lupa ya kalau kafe ini khusus untuk orang-orang mati?"
Lalu Kana menepuk keningnya, "Oh iya, aku lupa". Tak lama kemudian, Kana menemukan buku berwarna coklat dan bertanya pada Emily, "Emi, ini buku apa?" Si kecil Emily menggaruk kepalanya dengan ekspresi yang cukup membingungkan. "Aku juga tidak tahu? Kenapa tidak kau buka saja, kak?"
"Benar juga!"
Kana membuka sampul buku itu untuk mengetahui isi atau minimal mengetahui nama pemiliknya. Namun ada hal yang aneh, buku itu tidak bisa dibuka olehnya seakan terkunci tersendiri. Kana terus berusaha membuka namun apa daya, si buku itu masih saja tertutup layaknya negeri Korea Utara.
"Kau kenapa, kak?" tanya Emily.
"Kau tidak lihat apa kalau aku sedang membuka buku?" gerutu Kana.