Tamu itu datang dengan wajah yang letih dan asa yang memudar. Seorang gadis berambut pirang sebahu dan pemuda cantik berambut cokelat meminum teh lemon yang disuguhkan hingga habis. Baru kali ini Alice melihat seseorang yang benar-benar kehausan. Tak lama ia memanggil adiknya, Emily, untuk menyiapkan makanan bagi mereka.
Raut wajah mereka menggambarkan kesuraman, walau mereka berusaha menutupinya dengan senyum ramah seorang pengelana. Yang paling terlihat jelas adalah wajar sang pemuda yang begitu tertekan. Lingkaran hitam di bawah matanya tampak menghiasi rupa eloknya. Bibirnya sedikit memperlihatkan senyuman.
Sedangkan wajah saudarinya berbeda dengan kakaknya. Meski sama-sama menyimpan beban, namun ia bisa memasang rupa
"Jadi, apakah kami bisa tinggal di sini?" tawar Sarah.
"Sebenarnya, orang hidup tidak bisa tinggal di sini kecuali ada persetujuan dari para penjaga. Tetapi bila ada persetujuan, kami tidak bisa menolak kalian!" jawab Alice.
"Sebenarnya, ini susah dijelaskan. Kami sendiri juga tidak tahu mengapa bisa masuk ke sini." ujar Sarah
"Benar, tetapi kami bersyukur karena bisa bersembunyi dari kejaran pengikut Samiri." sambung Kiev.
"Lalu, bagaimana kalian bisa kenal dengan para penjaga? Bukannya mereka itu dekat dengan orang-orang mati atau hantu dan sebagainya?"
"Itu karena ayah kami sangat dekat dengan mereka."
"Dekat? Apa maksudmu?
"Ayah menyimpan rahasia dari kami. Rahasia yang membuatnya bisa bertahan hidup selama ini."
"Aku tidak mengerti dengan apa yang kalian bicarakan? Bisakah kalian menyederhanakannya dengan bahasa yang mudah dipahami? Kalau bisa jangan bertele-tele."
"Jadi ayah kami meminta para penjaga menunda kematiannya, dia ingin bertaubat sebelum ajal menjemput!"