Alice masih sibuk dengan radio tuanya. Sebenarnya frekuensi radio itu sudah bagus, tetapi suara tape playernya masih bermasalah. Kana, Elvy dan Kweki masih belum kembali dari pasar loak. Sedangkan Emily dan Wak Wak masih sibuk di atas kebun.
Sudah pukul 14.00 mereka belum pulang dari pasar. Saki dan Arafis masih ada urusan kantor. Serta kafe masih sunyi seperti kuburan yang jarang dikunjungi. "Sebenarnya mereka mencari kaset pita apa pita perlombaan sih? Kok lama betul mereka?"
Tak lama kemudian, terdengar suara yang cukup mengganggu bagi Alice. Ketukan hak sepatut terdengar seirama, langkahnya yang teratur memenuhi koridor dengan bunyi tuk-tuk. Alice penasaran, suara apa itu? Lalu ia memutuskan naik ke atas tangga untuk memastikan suara apa itu.
Alice menaiki tangga, langkahnya senyap memeriksa keadaan. Mungkin saja ada maling yang masuk. Tetapi adalah maling yang menjarah orang mati yang sama-sama miskin? Penginapannya bukan tempat mewah layaknya Firaun di masa lampau. Sesampainya di lantai dua, sumber suara telah ditemukan. Seekor paus biru kecil dan seorang putri berambut pirang tengah berlatih menari.
"Bagaimana menurutmu? Apa gerakanku sudah bagus?" tanya Sarah si gadis berambut pirang.
"Sepertinya ada yang kurang? Tapi apa ya?" pikir si paus biru bernama Wak Wak.
"Gerakan yang mana?"
"Saat kau melangkah ada beberapa gerakan kaki yang aneh?" ujar Wak Wak
"Langkah kakimu ada yang salah untuk ukuran tari tango, kalau menari gaya bebas lain cerita." terang Alice yang mengamati Sarah dari balik tembok. Sedari tadi ia memperhatikan ketukan kaki dan pola yang tengah dipraktekkan Sarah. Gerakan tango harus cepat tetapi berirama tetap.
"Wah ada kak Alice!" sapa Wak Wak.