Alice

Laurenzo Jordan Santana
Chapter #3

The Strong One

Aku tidak bisa melihat ke arah mana aku berlari, aku hanya mengikuti orang yang memegang tanganku ini membawaku. Sudah cukup lama kami berlari dan aku sudah tidak mendengar lagi suara tembakan dari pria bertopeng itu. Tidak lama kami sampai ke sebuah pintu, saat membuka pintu itu akhirnya aku bisa melihat cahaya lagi. Ternyata pintu ini mengarah ke arah gedung olahraga yang berarti kami dekat dengan lapangan basket dan pintu belakang sekolah. Aku pun melihat ke arah orang yang memegang tanganku selama kita lari ini, dan ternyata dia adalah Adam. Saat aku melihat ke arah Adam tiba-tiba dia melihat balik ke arahku.

"Hmmm, ada apa Alice? Ada yang aneh dengan mukaku?" Tanya Adam

"Hah? Ga ada kok aku cuma kaget aja ternyata kamu yang daritadi pegang tanganku."

Dan pada saat itu aku sadar bahwa aku ternyata masih memegang tangan Adam. Dengan cepat aku langsung melepaskan tanganku dari Adam.

"Dam kamu kok masih bisa tenang sih dikondisi seperti ini?"

"Lice kalau sekarang kita panik, kita ga bakal bisa berpikir jernih dan itu malah akan jadi penghambat kita." Jawab Adam dengan sambil tersenyum.

Disaat aku sudah mulai tenang tiba-tiba aku mendengar langkah kaki orang berlari dari arah kami berlari tadi. Pintu yang kami buka tadi pun belum kami tutup sehingga aku bisa melihat ke arah lorong yang gelap tadi dengan sedikit cahaya. Kulihat bayangan orang besar berlari ke arah kami dengan cepat. Aku mencoba menarik tangan Adam untuk berlari menjauh dari bayangan itu, tapi Adam menahanku dan berkata "Tenang Lice itu teman kita kok."

Aku berpikir tidak ada teman kita yang badannya sebesar itu menurutku. Saat bayangan itu semakin mendekat aku semakin takut tetapi pada saat cahaya bulan mulai menyinari bayangan itu aku pun tertawa. Bayangan yang aku pikir menakutkan itu menjadi sosok yang tidak pernah aku lihat selama ini. Aku melihat Gerry digendong oleh Vincent, yang membuatnya lebih lucu adalah Gerry digendong seperti putri oleh Vincent. Makanya bayangan itu terlihat lebih besar daripada badan Vincent.

"Vincent, Gerry ngapain kalian gendong-gendongan seperti itu." Tanya Adam ke arah mereka.

"Ini nih Gerry, tadi waktu kamu bilang kita harus pegang tangan orang disamping kita terus lari. Aku pegang tangan Gerry dan pada saat kita lari tiba-tiba dia bilang kalau ga kuat lari lagi. Ya mau ga mau aku gendong deh." Jawab Vincent sambil menurunkan Gerry.

"Iya nih Vincent si badan atletis ini lari kenceng banget ya jelas lha aku ga kuat ngikutin. Eh tiba-tiba dia gendong aku, mau ga mau aku harus menahan malu soalnya taruhannya nyawa." Jawab Gerry sambil membenarkan kacamatanya.

Disaat kami berempat ini berkumpul ada rasa tenang dalam hatiku melihat kami selamat dari serangan pria bertopeng itu. Saat aku menanyakan ke Gerry dan Vincent apakah mereka melihat Celia, Rebecca atau Mizzy, mereka berdua menjawab bahwa mereka tidak melihat siapa-siapa kecuali aku dan Adam. Adam segera menutup pintu tempat kami datang tadi dan menaruh kaleng, lalu Gerry menjepitkan kertas diantara sela-sela pintu. Saat aku bertanya ke Adam dan Gerry mengapa mereka ngelakuin semua itu, Adam bilang bahwa dengan kaleng itu kita bisa mendengar suara bila ada orang yang membuka pintu. Sedangkan Kertas itu cuma sebagai pelindung kedua kata Gerry, apabila kita tidak mendengar suara kaleng kita bisa melihat bila kertas itu jatuh berarti ada yang membuka pintu itu.

"Wah-wah beruntung banget kita bisa bareng dua orang terpintar di sekolah ini. Ya ga Lice?" Tanya Vincent sambil menyenggol bahuku.

Badanku yang bisa dibilang kecil dibandingkan Vincent langsung terdorong kedepan akibat senggolannya.

"Duh, Vincent badan kamu itu besar tolong sadar diri." Kataku ke Vincent sambil berusaha menyeimbangkan badanku.

"Badanmu aja yang kekecilan Lice. Badanku ini badan yang pas banget buat atlit, buktinya berkat badan ini aku bisa juarai banyak lomba olahraga kan."

Memang Vincent bisa dibilang memiliki badan yang memang dibutuhkan oleh seorang atlit. Vincent merupakan atlit terbaik di SMA Cahaya ini, mulai dari futsal, basket, renang, taekwondo sampai lari Vincent bisa lakuin semua itu. Dalam hal olahraga ga ada yang bisa kalahin Vincent, dia sudah sering menjadi juara nasional maupun internasional. Jadi tidak salah kalau Vincent menjadi salah satu dari murid berprestasi di SMA Cahaya dan menjadi salah seorang yang akan dapat penghargaan tadi di acara di hall. Dengan sifatnya yang sangat bangga dengan badannya itu, dia menjadi salah satu anak paling ditakuti di sekolah.

"Yuk kita segera cek pintu belakang sekolah." Ajak Adam yang sudah menunggu di depan pintu gedung OR.

Aku, Gerry dan Vincent segera mengikuti Adam masuk kedalam Gedung OR. Kondisi di dalam begitu gelap malah lebih gelap dari gedung hall tempat aku terbangun tadi. Disaat kami semua bingung berjalan dalam kegelapan ada sinar hp yang menyala, hp yang menyala itu adalah milik Vincent. Tiba-tiba Vincent berlari semakin ke dalam kegelapan meninggalkan kami semua. Satu persatu lampu didalam gedung OR menyala dan kulihat diujung gedung ada Vincent yang menyalakan semua lampu itu. Wajar Vincent tau lokasi saklar lampu gedung OR karena sebagian besar waktunya dihabiskan disini, hampir setiap hari aku melihat Vincent berada di sekitar gedung OR dan lapangan basket. Entah itu untuk latihan atau hanya sekedar mengisi waktu luang saja. Tapi semua orang yang melihat Vincent pasti tau bahwa dia berlatih sangat keras dan berusaha sebaik-baiknya dalam setiap pertandingan. Oleh sebab itu Vincent tidak hanya digemari oleh cewek aja tapi dia juga banyak dapat respect dari guru dan siswa cowok yang lain.

Kami semua segera berjalan menuju pintu yang mengarah ke lapangan basket. Dipimpin oleh Adam kami semua berjalan di belakang Adam, untungnya pintu menuju lapangan basket itu tidak terkunci jadi kami masih bisa melanjutkan perjalanan kami. Sesampainya di lapangan basket aku hanya fokus pada satu hal yaitu pintu belakang sekolah, karena pintu itu menjadi satu-satunya jalan keluar kami dari sekolah ini. Vincent yang pertama berlari menuju ke pintu tersebut, dengan sekuat tenaga Vincent menarik pintu dengan harapan bahwa pintu itu akan terbuka. Tetapi semua perasaan senang itu hilang saat aku melihat pintu itu tidak bergeming sama sekali. Adam dan Gerry langsung membantu Vincent untuk membuka pintu itu, tetapi meskipun mereka bertiga berjuang sekuat tenaga tetap pintu itu tidak bergeming sedikitpun. Pintu ini sama dengan pintu di Hall yang tidak bergeming meskipun kita sudah berjuang sekuat tenaga untuk membukanya. Adam dan Gerry pun akhirnya menyerah dan melepaskan genggamannya dari gagang pintu itu. Hanya Vincent yang tidak menyerah dan masih berusaha membuka pintu itu.

"Vincent....Vincent sudah cukup pintu itu ga akan kebuka." Kata Adam sambil berusaha menarik Vincent dari pintu itu.

"Ga mungkin! Ga mungkin! Pintu ini ga seharusnya sekuat ini, pintu ini sudah tua aku tau itu. Dan aku juga tau kunci pintu ini sudah rusak. Jadi tidak mungkin pintu ini terkunci sekuat ini!" Teriak Vincent ke arah Adam.

"Banyak hal aneh yang terjadi di sekolah ini sekarang Cent. Hal-hal yang ga bisa kita jelasin, tapi satu hal yang pasti penyebab semua ini adalah sosok bertopeng itu dan sekarang kita harus memikirkan jalan keluar lain." Kata Adam sambil menenangkan Vincent.

"Oh tunggu aku ada ide lain. Kalian diam aja disini aku harus ambil sesuatu." Jawab Vincent sambil berlari kembali ke gedung olahraga.

Aku, Adam dan juga Gerry tidak mengerti apa ide Vincent. Kami hanya bisa menunggu Vincent kembali, disaat kami menunggu aku bisa melihat wajah Gerry yang semula tenang sekarang sudah mulai cemas. Aku juga memiliki perasaan yang sama dengan Gerry, tentang apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Terlalu banyak hal aneh terjadi malam ini sampai aku tidak mengerti aku harus bagaimana. Yang membuatku sedikit tenang adalah Adam, dimana dia masih bisa tenang menghadapi semua ini dan dia berusaha untuk mensupport kami semua. Aku melihat Adam juga berusaha menenangkan Gerry dan aku melihat raut wajah Gerry yang sedikit berubah. Aku tau rasa cemas itu tidak sepenuhnya hilang dari pikiran Gerry tapi aku melihat bagaimana Adam menenangkan dia membuat Gerry setidaknya memiliki sedikit ketenangan di pikirannya. Setelah menunggu cukup lama akhirnya Vincent kembali membawa tangga. Vincent segera membawa tangga itu kearah tembok di samping pintu belakang sekolah. Memang tembok di belakang sekolah lebih pendek daripada tembok lain di sekolah tapi tetap tembok itu cukup tinggi.

"Oke, jadi rencanaku adalah kita akan menggunakan tangga ini untuk memanjat tembok ini dan loncat keluar sekolah. Memang tembok ini cukup tinggi jadi aku yang akan naik duluan jadi nanti aku bisa bantu kalian buat manjat tembok ini." Kata Vincent sambil menyiapkan tangga yang dia bawa.

"Vincent aku pikir ini bukan ide bagus. Kamu yakin ? Menurutku ini berbahaya." Tanya Adam.

"Iya tenang aja, makanya bakal aku buktiin lewat aku dulu. Nanti kalian bakal aku bantu oke."

Vincent mulai menaiki tangga itu dan pada saat dia berusaha lompat tiba-tiba tangga itu patah dan tangga itu jatuh ke arahku. Aku yang tidak sempat bereaksi itu hanya menutup mata dan aku terjatuh sambil mendengar suara benturan keras. Masih menutup mata aku merasakan hal aneh, karena aku tidak merasakan sakit apa-apa meskipun aku yakin aku mendengar suara benturan tangga itu. Dengan perlahan aku membuka mataku dan kulihat bahwa Adam berada didepanku menahan jatuhnya tangga itu.

" Kamu gak apa-apa kan Lice?" Tanya Adam kepadaku sambil menyampingkan tangga yang rusak itu.

"Aku gak apa-apa." Jawabku dengan suara lemas.

"ADAM!! tanganmu berdarah."

Aku sangat kaget pada saat aku melihat tangan Adam berdarah. Aku segera bangun dan segera melihat luka tangan Adam. Kupegang tangannya dan kulihat bahwa dia terluka cukup parah karena aku dapat melihat darah yang keluar dari tangan Adam cukup banyak. Aku segera mencari keberadaan Gerry dan Vincent. Aku melihat Vincent dalam kondisi duduk dan disampingnya ada Gerry yang berusaha membantunya berdiri. Aku melihat bahwa kondisi Vincent tidak cukup parah, aku kembali berpaling ke Adam dan aku tau aku harus segera mengobati luka Adam. Aku langsung berteriak ke arah Vincent

"Vincent apakah ada kotak P3K di gedung OR? Tangan Adam berdarah dan harus segera diobati."

"Ada! Kamu cari di sekitar saklar lampu seharusnya ada disana."

"Oke aku bakal obati tangan Adam dulu, kalian segera susul aku kedalam ya."

Aku segera menarik Adam masuk untuk mengobati tangannya. Sesampainya didalam aku segera berlari ke arah saklar lampu yang berada di ujung gedung, sesampainya disana aku segera mencari dimanakah kotak P3K itu berada. Kutemukan kotak itu berada disamping saklar lampu dan segera aku mencari perban dan obat-obatan lain untuk merawat luka Adam. Adam segera aku suruh untuk duduk dekat denganku, Adam dengan tidak berkata apa-apa menuruti semua perkataanku. Selama aku merawat luka Adam dia diam saja tidak berkata apa-apa sampai akhirnya aku selesai merawat lukanya baru dia bersuara.

"Makasih ya Lice."

"Adam, kamu harus lebih berhati-hati. Aku ga mau kamu sampai terluka kayak gini cuma gara-gara aku. Kamu harus jaga dirimu baik-baik, aku ga bakal apa-apa. Meskipun nanti aku terluka itu lebih baik daripada kamu terluka Dam."

"Alice, kamu tau kalau kamu juga berharga? Kamu tau sikapmu dimana kamu memikirkan keadaan orang lain dibanding kamu sendiri itu merupakan hal positif Lice, dan aku suka sifatmu yang satu itu. Tapi hal negatif yang harus kamu ubah dari sifatmu itu adalah dimana kamu merasa kamu lebih rendah daripada orang lain. Aku tau hatimu untuk orang lain sangat besar, tapi bukan berarti kamu ga berhak untuk dihargai juga. Aku juga khawatir ama keadaanmu Lice makanya aku rela untuk terluka seperti ini daripada ngelihat kamu terluka." Adam mengucapkan kata-kata penyemangat itu kepadaku sambil menyentuh pipiku dengan lembut.

Aku hanya terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan Adam kepadaku. Kepalaku menghadap ke bawah karena aku tidak berani melihat Adam. Aku tidak tau kalau dia bakal rela terluka demi aku yang bukan apa-apa ini. Selama ini aku berpikir setiap kata-kata penyemangat yang Adam berikan kepadaku hanyalan bualan belaka. Tapi sekarang dia berani terluka demi aku. Tidak lama kemudian aku mendengar pintu yang menuju ke arah lapangan basket terbuka dan disana aku melihat Vincent yang kesusahan berjalan sampai harus dibantu oleh Gerry. Aku segera berlari sambil membawa kotak P3K yang aku gunakan untuk merawat Adam.

Lihat selengkapnya