Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #4

jangan membahas mereka

“Alif, kau kenapa?”

“Enggak. gak ada apa-apa kok. Kita bantu Pak Seno yuk!” Hidayat sendiri sebenarnya tau jika ada sesuatu yang tak beres dari temannya yang satu ini. Tapi, kali ini dia memilih diam. Bukan tak mau menanyakan apa yang membuatnya seperti ini. Saat ini belum tepat untuk membicarakan masalah itu.

Tak berselang lama, istri Seno berteriak. Dia histeris dan membuat semua orang yang berada di sekitar rumah langsung mendekat. Dayyana – istri Seno – terlihat sudah begitu lemas dan menunjuk sesuatu yang ada pada dinding. Sebuah tulisan yang bernada ancaman.

Kau harus bertanggung jawab. Kau harus mati. Kau harus membayar apa yang pernah kau lakukan.

Tulisan itu bukan hanya membuat Seno dan keluarganya takut. Semua yang menyaksikan tulisan itu juga merasakan hal yang sama. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang harus mereka bayar untuk menebus kesalahan yang mereka sendiri tak tau?

“Maaf, ini sebenarnya ada apa? Apa yang pernah terjadi di masa lalu kampung ini?” Seseorang langsung bertanya pada semua warga yang berkumpul. Beberapa hari ada teror yang sama sekali tidak masuk akal. Alif sendiri langsung mendekati perempuan itu dan berusaha menenangkannya.

“Mbak, jangan menuduh orang kampung seperti itu! Kita pendatang. Tolong, jaga sikap!” Wanita yang tak lain masih kerabat Alif hanya bisa terdiam. Dia langsung menangis karena sudah tak tau harus berbuat apa. Teror demi teror yang mengganggu kampung tersebut membuat dirinya tak nyaman.

“Mas, aku sama sekali tidak menyalahkan mbak ini. Saudara kamu gak bisa sepenuhnya bersalah. Ini juga baru beberapa hari ini terjadi.” Alif dan perempuan itu terdiam dan menatap pak RT. Baru beberapa hari? Berarti, sebelum ini aman?

Ketua RT langsung meminta mereka untuk menjauh dari tempat ini. Ada sesuatu yang ingin dia katakan terkait semua yang terjadi. Mereka hanya bisa tertegun mengenai cerita yang lelaki setengah baya itu sampaikan.

“Mbak Kasih? Bukankah perempuan yang sudah lama meninggal itu? Yang kemarin dilihat oleh…”

“Iya Mas Alif. Kau sudah mengetahui hal itu. Kurasa, dia ingin membalaskan apa yang terjadi padanya juga anak-anaknya.” Alif sendiri terdiam. Yang dia tau, Mim kemarin menyebut jika perempuan yang bernama Kasih adalah ibunya. Hal yang sama juga pernah dibilang Santoso sebelum Mim berulah.

“Apa benar, Mim itu anaknya perempuan itu?”

“Iya. Tapi, kau tau sendiri kondisinya. Dia gak waras. Selama ini, kakaknya yang merawat dia dengan kondisi seperti itu.”

“Apa tidak dibawa ke layanan kesehatan atau sejenisnya?”

“Saya gak tau Mbak kalau urusan itu.”

Mereka terdiam setelah melihat Mim yang lewat. Berbekal kursi roda, bocah yang masih cukup belia itu hanya tertawa. Tertawa sambil menyanyi, sesekali dia melempar batu ke arah yang tak karuan. Banyak warga yang menyingkir jika bertemu dengan anak itu. Setelah beberapa kali dia berhasil melukai warga, mereka mulai memperhitungkan keberadaan anak setengah waras.

Alif dan orang sekitarnya sendiri terus memperhatikan kelakuan dari Mim. Tak terlihat ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Semuanya natural. Hal itu yang membuat Alif terheran. Apa yang dilihat sebelumnya itu nyata? Atau sekedar ilusi pandangannya? Jelas sekali jika Mim bisa bicara dengan kakaknya dengan kondisi yang begitu normal.

Alif terus membatin terkait kondisi Mim. Apakah dia pura-pura gila? Apakah semua yang dia lakukan kali ini hanya pura-pura? Jika memang sedang pura-pura, apakah ini semua terkait ibunya?

***

Di tempat yang jauh dari desa.

Seorang perempuan menjerit melihat sosok lelaki yang tengah dia hadapi. Lelaki yang ingin menghancurkan hidupnya bersama lelaki yang sangat dia cintai. Darti namanya. Dia terus menjerit saat lelaki itu terus mendekat dan tertawa dengan begitu kencangnya.

Lihat selengkapnya